Jurnalistika
Loading...

Asal-Usul Rengginang: Bukti Hormat Terhadap Keringat Petani

  • Jurnalistika

    06 Mei 2025 | 15:45 WIB

    Bagikan:

image

Asal-usul rengginang adalah bukti orang dulu menghargai keringat petani. (Dok. stiebp.ac.id/daftar-populer.blogspot.com)

jurnalistika.id – Saat lebaran tiba, tak jarang camilan khas Rengginang menghuni kaleng Khong Guan, ‘menggeser’ posisi biskuit dari tempat asalnya.

Gurih Rengginang bikin nagih, teksturnya bikin susah berhenti ngemil. Tapi tahukah kamu, di balik kenikmatannya, rengginang menyimpan sejarah panjang yang membuktikan orang zaman dulu sangat anti membuang makanan.

Rengginang lebih dari sekedar camilan seperti dikenal sekarang. Makanan ini adalah warisan kearifan lokal yang lahir dari kepekaan masyarakat terhadap keberlangsungan pangan.

Baca juga: Simak! Asal-usul Dim Sum, Teman Nge-teh Orang Kanton yang Mendunia

Makanan ini berasal dari sisa nasi atau beras ketan yang tidak habis dimakan. Alih-alih dibuang, nasi sisa itu dijemur, dikeringkan, lalu digoreng. Hasilnya? Camilan renyah yang sekarang jadi ikon meja tamu setiap Lebaran.

Dari Sisa Nasi Jadi Camilan Legendaris

Tradisi membuat rengginang bisa ditelusuri ke berbagai daerah di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Sumatra. Masyarakat dulu percaya bahwa nasi adalah berkah, membuangnya dianggap perbuatan sia-sia.

Maka, terciptalah teknik menyulap sisa nasi menjadi makanan baru. Dari dapur sederhana, lahirlah rengginang yang kini dikenal luas hingga ke kota-kota besar.

Tak seperti kerupuk biasa yang dibuat dari adonan tepung yang dihaluskan, rengginang mempertahankan bentuk asli butiran berasnya. Di sinilah letak ciri khasnya.

Baca juga: Asal Usul Onde-Onde: Makan Khas Populer di Indonesia Ada Sejak Zaman Majapahit

Setiap bulir nasi yang mengeras dan saling melekat satu sama lain menciptakan bentuk bulat tak beraturan, tetapi tetap utuh dan padat. Filosofinya? Persatuan dan kemakmuran.

Misalnya di tanah Jawa, rengginang kerap disamakan dengan intip alias kerak nasi dari dasar dandang. Bedanya, intip biasanya berukuran lebih besar dan bentuknya mengikuti dasar periuk. Sedangkan rengginang lebih kecil dan dibuat secara khusus, bukan sekadar hasil sampingan dari menanak nasi.

Filosofi di Balik Rasa Gurih

Jangan salah. Rengginang bukan hanya menggoda lidah, tapi juga menyimpan nilai budaya. Setiap bulir beras yang menyatu menggambarkan nilai persatuan kuat karena bersama.

Makanan renyah bernama rengginang itu menjadi simbol yang relevan hingga kini. Di tengah keberagaman, kita tetap bisa saling menguatkan.

Baca juga: Asal Usul Nama Pamulang, Ternyata Berasal dari Bahasa Sunda

Selain itu, karena bahan dasarnya adalah nasi atau beras ketan, simbol pangan utama bangsa, rengginang juga mencerminkan kemakmuran. Ia bukan camilan sembarangan, tapi simbol kesejahteraan yang lahir dari kesederhanaan.

Dulu dari Sisa, Kini Terus Berinovasi

Meski awalnya tercipta dari keterbatasan, kini rengginang menjelma jadi produk kuliner yang terus berevolusi. Tak lagi sekadar menggunakan sisa nasi, sekarang rengginang dibuat dari bahan-bahan segar yang diproses khusus.

Ada yang memakai beras merah untuk kandungan serat tinggi, ada juga yang menggunakan beras cerdas dari tepung singkong atau mocaf demi peningkatan gizi.

Bahkan, soal rasa pun berkembang. Selain rasa original yang gurih, rengginang kini punya banyak varian kekinian: pedas, keju, barbeque, hingga udang dan terasi. Semua demi menjangkau lidah generasi muda tanpa melupakan akar tradisinya.

Teknologi penggorengan juga berperan penting. Dengan teknik deep frying pada suhu ideal (150–190°C), rengginang bisa mengembang sempurna tanpa terlalu menyerap minyak.

Proses pengeringannya pun kini lebih modern, bukan hanya mengandalkan panas matahari, tapi juga oven pengering untuk efisiensi produksi.

Kenapa Selalu di Kaleng Khong Guan?

Fenomena rengginang dalam kaleng Khong Guan sudah jadi semacam lelucon kolektif yang terus hidup dari tahun ke tahun. Tapi sebenarnya, ini bukan sekadar candaan.

Kaleng biskuit yang lebar dan kedap udara ternyata memang cocok untuk menyimpan kerupuk seperti rengginang agar tetap renyah.

Lama-lama, tradisi ini mengakar kuat. Setiap rumah tangga punya satu kaleng Khong Guan, isinya bukan biskuit impor, tapi hasil kreasi lokal yang tak kalah nikmat. Bahkan bisa dibilang, ini bentuk nyata dari adaptasi budaya: mengisi wadah modern dengan kearifan tradisional.

Rengginang, Simbol Anti Mubazir yang Tetap Relevan

Di era serba instan dan serba baru, keberadaan rengginang adalah pengingat bahwa sesuatu yang sederhana dan berasal dari sisa pun bisa punya nilai tinggi. Bukan soal rasanya, tapi juga cara pandang terhadap makanan dan kehidupan.

Orang dulu tak punya istilah “zero waste” atau “sustainability”, tapi melalui rengginang, mereka sudah lebih dulu mempraktikkannya. Rengginang adalah bentuk cinta pada pangan, penghargaan pada hasil bumi, dan rasa hormat terhadap jerih payah petani.

Jadi, lain kali saat kamu menikmati sepotong rengginang, ingatlah: itu bukan sekadar kerupuk. Itu adalah cerita panjang tentang hemat, kreatif, dan peduli pada apa yang kita punya.

Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

Referensi: journal.upgris.ac.id, sipora.polije.ac.id, Tempo

asal-usul rengginang

Makanan Khas

makanan khas Indonesia

rengginang

sejarah makanan


Populer

Fadli Zon Bantah Perkosaan 1998, Ternyata Begini Temuan TGPF
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami