Jurnalistika
Loading...

Gerhana Bulan Penumbra 5-6 Mei, Tidak Disunnahkan Shalat Khusuf

  • Khazim Mahrur

    06 Mei 2023 | 12:35 WIB

    Bagikan:

image

Fenomena Gerhana Bulan Total (foto: AP/Ringo H.W. Chiu

jurnalistika.id – Gerhana Bulan Penumbra merupakan merupakan fenomena alam yang terjadi akibat posisi Bulan, Matahari, dan Bumi yang sejajar. Hal ini mengakibatkan saat puncak gerhana terjadi, bulan purnama terlihat lebih redup.

Melansir laman resmi BMKG, Gerhana Bulan Penumbra bisa disaksikan di sejumlah wilayah di Indonesia dan diperkirakan terjadi pada tanggal 5-6 Mei 2023. Fenomena alam ini terjadi mulai pukul 22.12.09 WIB (5 Mei 2023). Puncak gerhana akan terjadi pada 00.22.52 dan berakhir pada 02.33.36 (6 Mei 2023).

Namun atas fenomena alam ini, umat Islam tidak disunahkan melaksanakan sholat gerhana. Berikut ini penjelasannya.

Penjelasan NU

Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) sebagaimana dikutip dari NU Online, menyatakan bahwa meskipun terjadi gerhana, tetapi tidak disunnahkan melaksanakan shalat khusuf saat gerhana bulan penumbra.

Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) mengikhbarkan bahwa akan terjadi gerhana matahari penumbra (samar) pada Jumat malam Sabtu Pahing 15 Syawal 1444 H yang bertepatan dengan 5- 6 Mei 2023 M.   

“Gerhana Bulan Penumbra tidak menjadi dasar penyelenggaraan shalat Gerhana Bulan. Secara fikih, Shalat Gerhana Bulan hanya digelar apabila gerhana tersebut merupakan gerhana yang kasat mata sehingga terlihat dengan jelas menggelapnya bagian Bulan,” demikian sebagaimana dikutip dari Informasi Gerhana Bulan Penumbra 15 Syawal 1444 H / 5 – 6 Mei 2023 M di Indonesia yang dikeluarkan LF PBNU pada Kamis (4/5/2023).

Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw dari Mughirah bin Syu’bah ra yang diriwayatkan Imam Bukhari, “Sesungguhnya Matahari dan Bulan adalah tanda–tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana lantaran karena mati atau hidupnya seseorang. Apabila kalian menyaksikannya, maka shalatlah dan berdoalah kepada Allah hingga gerhana selesai (kembali bersinar).”

Pengertian melihat dalam hadits tersebut adalah melihat dengan mata secara langsung (kasatmata) sebagaimana halnya dalam rukyatul hilal.   Dalam kajian astronomi atau falak, hanya ada dua jenis Gerhana Bulan yang kasatmata, yaitu Gerhana Bulan Total dan Gerhana Bulan Sebagian. Sementara Gerhana Bulan Penumbra merupakan gerhana yang bersifat tak kasatmata karena samar sehingga tidak menjadi sebab bagi penyelenggaraan shalat gerhana.

Penjelasan Muhammadiyah

Senada dengan pandangan di atas, Organisasi Islam lain seperti Muhammadiyah sebagaimana dikutip dari laman muhammadiyah.or.id juga berpendapat bahwa pada fenomena gerhana bulan penumbra ini umat Islam tidak sunah melaksanakan sholat khusuf. 

“Majelis Tarjih dan Tajdid berpendapat bahwa salat gerhana dilakukan apabila terjadi gerhana di mana piringan dua benda langit tampak berkurang atau tidak utuh atau hilang seluruhnya. Perlu dicatat bahwa salat gerhana itu dilaksanakan baik kita melihat secara fisik atau tidak lantaran ada awan tebal misalnya. Artinya salat gerhana dilaksanakan karena kawasan kita, walaupun kita tidak dapat melihatnya dengan mata telanjang karena adanya awan pekat yang menutupinya.” tulis laman ini.

“Dalam kasus gerhana penumbral, piringan bulan tampak utuh dan bulat, tidak tampak terpotong, hanya cahaya bulan sedikit redup dan terkadang orang tidak bisa membedakannya dengan tidak gerhana. Oleh karena itu dalam kasus gerhana bulan penumbral menurut Majelis Tarjih dan Tajdid tidak disunatkan melakukan salat gerhana bulan,” tambahnya.

Baca berita dan ikuti jurnalistika di Google News, klik di Sini.

(khz/red)

gerhana bulan

shalat gerhana


Populer

Sejarah Kesultanan Banten Ubah Jalan Perdagangan Nusantara
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami