Jurnalistika
Loading...

Apa Hukum Merayakan Maulid Nabi? Begini Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

  • Arief Rahman

    26 Sep 2023 | 12:25 WIB

    Bagikan:

image

Ustadz Adi Hidayat. (Tangkapan layar YouTube Adi Hidayat Official)

jurnalistika.id – Penceramah Ustadz Adi Hidayat menjelaskan terkait hukum merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Ia menekankan bahwa maulid bukan tentang perayaan ulang tahun Rasulullah.

Seperti diketahui, setiap memasuki bulan Rabiul Awal Hijriah yang merupakan bulan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kaum Muslim di dunia akan memperingati Maulid Nabi dengan beragam tradisi, termasuk di Indonesia.

Ustadz Adi Hidayat pun menjelaskan, secara bahasa istilah maulid merujuk pada saat Rasulullah dilahirkan. Dengan demikian, maulud merujuk pada bayi yang baru lahir, yaitu Nabi Muhammad SAW.

“Kalau disebut maulud, itu adalah bayi yang dilahirkan, dalam konteks ini Nabi SAW maka bayi Nabi Muhammad SAW. Jika disandingkan dengan kalimat Maulidun Nabi adalah waktu lahirnya Nabi,” kata Ustadz Adi Hidayat seperti dikutip dari Youtube Cahaya Islam.

Pendakwah yang juga populer dipanggil UAH itu kemudian menerangkan, bahwa kelahiran seseorang tidak ada hukumnya. Karena itu sudah menjadi qadarullah menjadikan seseorang terlahir.

Dengan kelahiran itu, dia memiliki misi kehidupan dalam mencari bekal untuk kembali kepada Allah SWT. Karenanya, UAH mengatakan dalam konteks ini hukumnya tidak terletak pada benda dan waktu melainkan perbuatan.

“Hukum terletak pada perbuatan, bukan pada benda dan waktu. Perbuatan yang dilekatkan pada waktu dan benda maka keluar hukumnya,” katanya.

Jadi menurut UAH, hukumnya melekat dalam hal menyikapi kelahiran yang menjadi poin penting. Jika ada umat Islam menentang Maulid Nabi maka bisa dikatakan menentang hari kelahiran beliau.

Perbedaan Pandangan Tidak Perlu Jadi Perselisihan

Dalam ceramah pendek lainnya, Ustadz Adi Hidayat juga menjelaskan bahwa poin penting Maulid Nabi bagi umat Islam adalah, merayakan dengan senang dan berbahagia dalam menyambut kelahiran Nabi Muhammad SAW.

Sebab itu, ia mengingatkan agar perbedaan pandangan mengenai perayaan Maulid Nabi yang selalu diadakan di Indonesia tidak perlu menjadi bahan perselisihan. Melainkan, mencari jalan tengah yang terbaik untuk kemudian dijadikan praktek dalam kehidupan sehari-hari.

“Jadi secara bahasa, mustahil kita menolak maulid dan maulud, kita mengakui adanya maulid dan maulud, bagaimana menyikapinya? Kita Berbahagia dengan itu semua dan menghadirkan tuntunan Nabi SAW dalam kehidupan sehari-hari sesuai syariat Islam,” katanya, dikutip dari Youtube Ceramah Pendek.

Penjelasan UAH Mengenai Tradisi yang Berbeda-beda

Masih dalam video yang sama, UAH juga menerangkan mengenai Budaya atau tradisi yang berbeda-beda dalam memperingati Maulid Nabi. Menurutnya, selama tradisi itu dapat membantu seseorang mendekatkan diri pada Al Quran dan Sunnah, maka itu bisa bermanfaat untuk diadopsi.

“Budaya bisa berbeda, kalau budaya mengantarkan kita pada wasilah. Mendekatkan kita pada Al Quran dan Sunnah, maka budaya itu bagian dari yang benar untuk kita gunakan,” tuturnya.

Kendati demikian, UAH tetap mengingatkan agar tetap waspada dan menjaga diri agar tidak terjerumus ke dalam budaya yang mungkin salah. Misalnya mencampuradukkan dengan prinsip-prinsip agama dan akhirnya mengalihkan seseorang dari ketentuan yang benar.

Dengan penjelasan itu, UAH mengatakan kalau perayaan Maulid Nabi bukanlah bid’ah. Karena, seperti dikutip oleh UAH dari kitab karya pendiri Nahdlatul Ulama (NU) bid’ah adalah perbuatan-perbuatan yang dapat mengarahkan seseorang pada perilaku menyimpang hingga mencapai titik mereka mengaku sebagai Allah.

hukum merayakan Maulid Nabi

Maulid Nabi

ustadz adi hidayat


Populer

Sejarah Kesultanan Banten Ubah Jalan Perdagangan Nusantara
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami