jurnalistika.id – Polusi udara yang belakangan melanda wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya merupakan siklus alam yang terjadi setiap tahun akibat musim kemarau. Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko.
Dia menyebutkan, musim kemarau memang membuat suhu udara lebih panas dan daratan menjadi kering, sehingga menghasilkan listrik statis yang membuat polutan lebih lama mengambang di udara. Polutan, kata Handoko hanya bisa luruh melalui bantuan air hujan.
“Polusi udara saat ini adalah siklus alam karena kekeringan, sehingga partikel polutan berterbangan,” kata Handoko dalam keterangan pers, Rabu (6/9/2023).
Karena itu, menurutnya menciptakan hujan buatan melalui teknologi modifikasi cuaca bisa menjadi salah satu solusi untuk mengurangi polusi udara.
“Polutan tidak bisa turun dan yang bisa menurunkan polutan itu hanya hujan, makanya kami membasahi dengan teknologi modifikasi cuaca. Itu jalan pintas,” ucapnya.
Lebih lanjut, Handoko mengatakan teknologi modifikasi cuaca harus dilakukan secara bijak karena operasi tersebut bagian dari intervensi terhadap alam. Adapun BRIN menggelar operasi teknologi modifikasi cuaca sebelumnya itu berdasarkan instruksi BNPB, KLHK, serta Pemerintah Provinsi terkait.
“Teknologi modifikasi cuaca tidak ada dampak terhadap lingkungan. Itu siklus alam, kami tidak ingin mengatur alam sesuka hati,” kata Handoko.
Selain itu, ia mengatakan polusi udara dapat dikurangi dengan bantuan teknologi generator kabut untuk meluruhkan polutan yang beterbangan di udara. Alat tersebut dipasang di atas gedung-gedung tinggi untuk mengurangi konsentrasi PM2,5 secara lokal.
“Alat itu mampu menghasilkan semburan air dengan ukuran yang halus dan mengikat polutan agar meluruh ke permukaan tanah,” tutupnya.
Baca berita dan ikuti jurnalistika di Google News, klik di Sini.
