jurnalistika.id – Seorang Ustadz sekaligus pengurus sebuah pondok pesantren (Ponpes) di Cibiru, Kota Bandung bernama Heri Wirawan tega memperkosa santriwatinya. Dari 14 korban, 2 orang tengah hamil, 8 orang telah melahirkan anak, dan 1 di antaranya bahkan telah dua kali melahirkan.
Belasan santriwati itu HW perkosa sejak tahun 2016 hingga tahun 2021. Adapun tempat pemerkosaan itu HW lakukan tak hanya di yayasan pesantren yang ia urus. Namun juga di tempat lain seperti apartemen hingga hotel di Kota Bandung.
Kasus ini pertamakali terkuak setelah satu orang korban menceritakan pemerkosaan yang dia alami di tempatnya menimba ilmu kepada keluarganya. Lantas keluarga membuat laporan ke Polda Jabar pada pertengahan tahun 2021.
Kasus cabul yang dilakukan HW itu kini sudah masuk dalam tahap persidangan. Sidang perdananya sudah digelar pada Selasa (7/12/21) dengan agenda pemeriksaan sejumlah saksi dari korban.
Sidang yang dipimpin ketua Majelis Hakim Y Purnomo Surya Adi itu berlangsung tertutup. Dalam dakwaannya, jaksa penuntut umum (JPU), Herry Wirawan (36) didakwa telah melakukan pemerkosaan.
Heri Wirawan didakwa oleh JPU Agus Murjoko dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 81 ayat (1) dan (3) Pasal 76 D UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak Jo pasal 65 ayat (1) KUHP maksimal 15 Tahun penjara. terdakwa saat ini sudah ditahan di Rutan Kebonwaru, Bandung.
Sidang kasus dakwaan Heri akan kembali digelar oleh Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Khusus Bandung pada Selasa, (21/12) mendatang dengan agenda sidang pemeriksaan saksi dari polisi dan saksi ahli.
Korban Heri si Ustadz Cabul Telah Didampingi P2TP2A
Sementara itu, melansir Kompas.com, sejak bulan Juni para korban telah didampingi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut.
Saat ini, mereka telah menjalani proses reintegrasi di lingkungan tempat tinggalnya masing-masing. Namun, masih terus dalam pantauan P2TP2A Garut mengingat, ada yang masih hamil dan juga perkembangannya terus dalam pemantauan P2TP2A.
“Sekarang mereka sudah tenang di kampungnya dan tinggal bersama orangtuanya, yang masih usia sekolah kita bantu masuk sekolah dan ada yang meneruskan kuliah juga,” kata Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari Gunawan, Rabu (8/12/2021).
Diah meminta, media bisa menutupi identitas para korban karena ada Pedoman Pemberitaan Ramah Anak yang menjadi pedoman media dalam memberitakan kasus-kasus Anak Berhadapan Dengan Hukum (ABH).
“Mohon dijaga ya identitasnya, mereka sudah hidup tenang dan membangun masa depan lagi, kita sama-sama lindungi ya,” pintanya.
Baca Juga: