Jurnalistika
Loading...

Mengenal Gordang Sambilan, Alat Musik Tradisional Mandailing Natal

  • Arief Rahman

    26 Jul 2023 | 12:45 WIB

    Bagikan:

image

Gordang Sambilan, Alat musik tradisional Mandailing Natal. (Dok. Kemendikbud)

jurnalistika.id – Gordang Sambilan merupakan salah satu alat musik tradisional masyarakat Mandailing Natal, Sumatera Utara. Pada tahun 2013, perangkat kesenian ini telah masuk ke dalam Warisan Budaya Nasional (Warbudnas).

Sebagai masyarakat yang dikenal menjunjung tinggi adat istiadat dan nilai kearifan lokal, Gordang Sambilan sampai sekarang masih dilestarikan. Alat musik ini bahkan sudah hampir ditemukan di setiap desa di daerah Mandailing Natal.

Tak hanya dikenal di Mandailing Natal, Gordang Sambilan juga pernah ditampilkan saat memeriahkan pembukaan Asian Games di Palembang 2018 lalu. Disertai dengan kesenian khas lainnya, seperti Tor-tor, Tari Salapan, dan Tari Selendang.

Mengenal Gordang Sambilan

Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, gordang berarti gendang, sementara sambilan adalah sembilan. Hal itu menunjukkan kalau alat musik menyerupai bedug ini terdiri dari sembilan buah gendang yang memiliki ukuran dan diameter berbeda-beda.

Menariknya, dalam memainkannya tidak harus melibatkan sembilan orang melainkan hanya enam orang saja. Setiap gendang juga memiliki makna sendiri yang menggambarkan ukurannya.

Baca juga: Asal Usul Nama Pamulang, Ternyata Berasal dari Bahasa Sunda

Gendang paling kecil atau 1 dan 2 disebut taba-taba, lalu gendang tiga dinamai tepe-tepe. Kemudian, nomor 4 kudong-kudong, gendang 5 kudong-kudong nabalik, 6 pasilion, dan 7,8,9 sebagai jangat.

Tabung resonator Gordang Sambilan terbuat dari kayu yang dilubangi. Salah satu ujung lobang di bagian kepalanya ditutup dengan membran berupa kulit lembu yang ditegangkan dan diikat dengan rotan.

Saat ditampilkan dalam suatu acara tertentu, alat musik ini umumnya dimainkan bersama ogung boru atau gong berukuran paling besar. Kemudian ogung jantan sebuah gong berukuran lebih kecil dari ogung boru dan gong berukuran paling kecil yang disebut tiga salempong.

Selain itu, ada alat tiup terbuat dari bambu yang dinamakan sarune atau saleot, ditambah tali sasayat yang merupakan sepasang sambal kecil. Orang yang memimpin disebut Pajangati, dia merupakan sosok yang memainkan jangat.

Sejarah Penggunaan

Dilansir dari Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Indonesia (KSDAE), sebelum agama Islam masuk ke Sumatera Utara. Masyarakat Mandailing menggunakan Gordang Sambilan dalam upacara Paturuan Sibaso yang merupakan ritual memanggil roh nenek moyang yang nantinya akan merasuki medium sibaso.

Upacara hanya dilakukan kalau terjadi kesulitan menimpa masyarakat Mandailing, misalnya terserang penyakit menular. Namun, bisa juga digunakan dalam upacara mangido udan (meminta hujan) oleh masyarakat.

Agar dapat menggunakan juga tidak bisa sembarang, karena harus terlebih dahulu mendapat izin melalui suatu musyawarah adat yang disebut markobar. Biasanya dihadiri oleh tokoh-tokoh Namora Natoras dan Raja serta pihak yang akan menyelenggarakan upacara.

Tidak hanya itu, sebelum digunakan perlu juga menyembelih paling sedikit satu ekor kerbau jantan dewasa yang sehat. Apabila persyaratan tersebut belum dapat dipenuhi maka Gordang Sambilan tidak boleh digunakan.

Kendati demikian, seiring perkembangan zaman sekarang Gordang Sambilan sudah umum ditampilkan pada acara-acara pernikahan. Dikenal juga sebagai alat musik kesenian tradisional Mandailing yang sudah populer di Indonesia bahkan hingga mancanegara.

Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di Sini.

(arn/red)

alat musik tradisional

Gordang Sambilan

Mandailing Natal


Populer

Sejarah Kesultanan Banten Ubah Jalan Perdagangan Nusantara
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami