Jurnalistika.id – Pandemi Covid-19 yang saat ini masih terjadi di Indonesia membuat pertumbuhan ekonomi menjadi lambat. Tentu hal tersebut membuat pemerintah harus mengambil langkah-langkah taktis agar ekonomi bisa segera berputar.
Di sisi lain, keuangan negara juga harus aman dan dapat meningkatkan confident level pasar.
Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI), Ajib Hamdani, mengungkapkan, keseragaman antar instansi dalam membuat asumsi makro menjadi indikator kekompakan pemerintah dan keyakinan atas asumsi dasar yang digunakan.
“Tentu hal tersebut menjadi permasalahan tersendiri ketika terdapat sebuah perbedaan asumsi makro antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan mengenai nilai tukar rupiah,” ungkap Ajib.
Sementara itu struktur APBN, walaupun pemerintah bisa mendesain defisit melebihi 3% sampai tahun 2022, sesuai dengan UU Nomor 2 tahun 2020, seperti apa pertimbangan yang dipakai oleh pemerintah tentang fiscal prudent.
Menurut Ajib, fiscal prudent sangatlah penting bagi pemerintah untuk menyusun postur anggaran yang kredibel dan akuntabel. Termasuk ukuran yang dipakai pemerintah dalam menyuntik dana PMN ke BUMN.
Karena dana PMN ini akan semakin membuat postur anggaran bertambah negatif.
“Tanpa adanya ukuran kredibilitas dan Good Corporate Governance (GCG), maka penyertaan PMN ke BUMN akan cenderung menjadi liabilities jangka panjang,” ujar Ketua BPP Hipmi tersebut.
Di sisi lain dalam rentang 2 bulan terakhir postur APBN mengalami perubahan kedalaman defisit yang relatif signifikan. Sesuai dengan Perpres Nomor 54 tahun 2020, APBN defisit 852,9 Trilyun ditahun 2020, kemudian berubah menjadi 1.028,5 Triliun, selanjutnya berubah lagi menjadi 1.039 Trilyun.
Penerimaan pajak tahun 2020 terkonstraksi sangat dalam karena terjadi pelambatan ekonomi. Kontraksi ini cenderung terus berlanjut di penerimaan pajak tahun 2021 karena pembayaran PPh pasal 25 sepanjang tahun 2021 sesuai dengan kondisi bisnis tahun 2020, dan tarif PPh Badan sudah efektif turun menjadi 22% sesuai UU nomor 2 tahun 2020 tentang Kebijakan Negara dan Sistem Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi covid19.
“Apakah pilihan lainnya, kembali menambah hutang pemerintah, atau ada potensi penambahan penghasilan lain yang bisa digali lagi, Misalnya optimalisasi BUMN dan menambah target pendapatan devidennya,” ungkapnya.
“Selama masa pandemi, dan sampai dengan tahun 2021, dibutuhkan langkah-langkah efektif dan terukur dari pemerintah untuk mendesain asumsi makro, kebijakan fiskal, defisit dan pembiayaan ABPN tahun 2021, satu sisi bisa menaikkan iklim ekonomi yang kondusif, dan sisi lain menjamin postur keuangan negara yang kredibel dan akuntabel,” pungkasnya.
Baca Juga: Mengenal Sipangsi, Aplikasi E-Voting Milik KPU Tangsel

