jurnalistika.id – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tidak bisa dimintakan eksekusi. Karenanya, menurut dia perlu dilawan secara hukum.
Sebelumnya, PN Jakpus mengabulkan gugatan perdata Partai Keadilan Rakyat Adil Makmur (Prima) atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait proses verifikasi partai politik Pemilu 2024. Putusan tersebut kemudian berimbas pada penundaan pemilu tahun depan.
Mahfud juka mengatakan vonis PN Jakpus itu bisa ditolak oleh rakyat. Sebab, KPU tidak memiliki hak perdata dalam melaksanakan Pemilu.
“Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” kata Mahfud MD, Kamis (2/3/2023) dikutip dari Kompas.
Baca juga: PN Jakarta Pusat Perintahkan KPU Tunda Pemilu 2024, Kabulkan Gugatan Partai Prima
Menurutnya, menunda pemilu bertentangan dengan undang-undang kalau alasannya hanya karena gugatan partai politik. Begitu juga dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali.
Mahfud mengajak untuk melawan putusan PN Jakarta itu. Kendati demikian dia juga meminta agar mengimbangi dengan kegaduhan publik yang bisa saja terjadi.
“Kita harus melawan vonis ini secara hukum. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi dan kegaduhan yang mungkin timbul,” ujarnya.
Mahfud Menilai KPU Pasti Menang Secara Logika Hukum
Lebih lanjut, Mahfud juga meminta KPU naik banding sebagai bentuk perlawanan secara hukum. Kata dia, secara logika hukum lembaga penyelenggara Pemilu itu pasti akan menang.
“Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut” tuturnya.
Dia menerangkan, sengketa terkait proses, administrasi dan hasil pemilu sudah diatur sendiri dalam hukum. Selain itu, menurutnya Pengadilan Negeri bukan tempat untuk menyidangkan sengketa pemilu.
“Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses administrasi, yang memutuskan harus bawaslu. Tapi jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke PTUN,” ungkapnya.
Berbeda jika kasusnya sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu. Maka menurut Mahfud MD itu akan menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca berita lainnya di Google News, klik di Sini.
(arn/red)