jurnalistika.id – Pada masa ketika hampir seluruh transaksi terjadi lewat sentuhan jari di layar ponsel, transparansi dan keamanan pembayaran digital menjadi isu yang tak bisa diabaikan.
Melihat tren ini, Bank Indonesia (BI) mencoba melangkah lebih jauh lewat inisiatif baru bernama Payment ID, sistem identifikasi transaksi digital yang dirancang sebagai fondasi dari ekosistem keuangan nasional di masa depan.
Payment ID disebut menjadi alat BI untuk melihat, mencatat, dan dalam jangka panjang, mengelola aliran uang masyarakat.
Apa Itu Payment ID?
Secara sederhana, Payment ID adalah kode unik yang melekat pada setiap transaksi digital. Fungsinya mirip dengan Transaction ID yang dikenal luas di dunia pembayaran internasional, seperti yang digunakan oleh platform global seperti Stripe atau PayPal.
Bedanya, Payment ID versi BI memiliki jangkauan dan integrasi yang lebih dalam terutama karena ia terhubung dengan identitas pengguna melalui NIK (Nomor Induk Kependudukan).
Baca juga: Tanda-Tanda Negara Mau Bangkrut: Semua Dipajakin Termasuk?
Lewat peta jalan Indonesia Payment Systems Blueprint 2025 dan 2030, Bank Indonesia menyebut Payment ID sebagai bagian inti dari Digital ID. Tujuannya menjadikan proses pembayaran lebih transparan, bisa diverifikasi, dan efisien secara nasional.
Tujuan Besar di Balik Payment ID
Mengapa Bank Indonesia menganggap Payment ID begitu penting? Karena sistem ini disiapkan sebagai infrastruktur dasar untuk berbagai keperluan berikut:
Memperkuat inklusi keuangan
Dengan adanya identitas transaksi yang terintegrasi dengan identitas pengguna, masyarakat yang sebelumnya tak tersentuh layanan keuangan formal dapat lebih mudah diakses oleh bank atau lembaga pembiayaan.
Menyalurkan bantuan sosial secara tepat sasaran
Pemerintah bisa menggunakan Payment ID untuk memverifikasi penerima bantuan secara digital dan otomatis. Tak ada lagi cerita bantuan nyasar karena data tak sinkron.
Penilaian kelayakan kredit
Riwayat transaksi digital yang tertata rapi memungkinkan bank memberikan kredit berdasarkan data yang lebih akurat, bukan sekadar tebakan atau jaminan fisik.
Pengawasan sistem pembayaran nasional
Dengan data yang granular dan real-time, BI dapat lebih cepat mendeteksi tren abnormal seperti transaksi mencurigakan atau potensi krisis likuiditas.
Bagaimana Cara Kerja Payment ID?
Disebutkan prinsip dasar Payment ID adalah satu transaksi, satu Payment ID. Setiap kali seseorang melakukan transaksi digita, entah lewat dompet digital, kartu debit, transfer bank, pinjaman daring, atau bahkan belanja daring, sistem akan secara otomatis menghasilkan Payment ID yang unik.
ID ini kemudian akan terhubung ke sistem pusat milik Bank Indonesia, dan hanya bisa diakses oleh pihak ketiga seperti bank atau lembaga pembiayaan dengan izin dari pengguna.
Izin atau consent ini diberikan melalui notifikasi ke ponsel atau sistem otentikasi lain. Hanya setelah pengguna menyetujui, barulah data bisa dianalisis. Dengan pendekatan ini, BI ingin memastikan sistem ini tetap menghormati privasi, meskipun datanya terpusat dan bisa diakses untuk berbagai keperluan.
Apakah Sudah Berlaku?
Belum sepenuhnya. Saat ini, Payment ID masih dalam tahap penguatan regulasi dan uji coba terbatas. Namun, Bank Indonesia telah mengumumkan bahwa peluncuran resmi Payment ID akan dilakukan pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia.
Apa Risikonya?
Sebagus apapun sistem digital, selalu ada celah keamanan yang patut diwaspadai. Meski BI telah menyatakan bahwa Payment ID dirancang dengan standar perlindungan data pribadi, sejumlah risiko tetap terbuka, apalagi jika tidak diimbangi dengan edukasi publik dan sistem keamanan yang ketat.
Berikut beberapa potensi risiko yang disorot oleh berbagai ahli, termasuk dari Stripe:
1. Pelacakan Transaksi oleh Pihak Tak Bertanggung Jawab
Jika Payment ID sampai jatuh ke tangan yang salah, pelaku kejahatan bisa saja melacak riwayat transaksi seseorang. Ini bisa mengungkap pola pengeluaran hingga preferensi pribadi, yang tentu melanggar hak privasi.
2. Phishing dan Penipuan Digital
Penjahat siber bisa membuat situs palsu atau email yang meniru lembaga resmi, lalu meminta pengguna memasukkan Payment ID mereka. Dari situ, penipu bisa memperoleh informasi sensitif lainnya atau bahkan melakukan transaksi tanpa izin.
3. Kebocoran Data Transaksi
Seperti semua sistem terpusat, Payment ID menyimpan data dalam jumlah besar. Jika sistem pusat diretas, maka kebocoran data bisa terjadi dalam skala masif, menimbulkan kerugian baik bagi konsumen maupun institusi keuangan.
Perlindungan, Ada Tapi Harus Aktif
Bank Indonesia mengklaim bahwa sistem Payment ID telah dilengkapi pengawasan ketat dan mengikuti Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah disahkan.
Namun perlu dicatat, perlindungan data bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Konsumen pun harus proaktif:
- Jangan pernah membagikan Payment ID ke pihak tak dikenal.
- Waspadai pesan mencurigakan yang meminta konfirmasi transaksi.
- Pastikan aplikasi keuangan yang digunakan berasal dari sumber resmi.
- Aktifkan verifikasi ganda (two-factor authentication) di akun keuangan.
Dengan literasi digital yang rendah, bahkan sistem secanggih apapun bisa gagal melindungi pengguna jika digunakan secara sembrono.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.