jurnalistika.id – Persidangan sengketa Pilpres 2024 akan dimulai pada Rabu (27/3/2024) besok. Mahkamah Konstitusi menargetkan akan selesai selambat-lambatnya 14 hari.
Dalam sengketa Pilpres 2024, permohonan gugatan datang dari pasangan calon (paslon) nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon nomor urut 2 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Sementara paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka juga telah mendaftarkan permohonan sebagai pihak terkait ke MK untuk gugatan sengketa Pilpres dari dua paslon tersebut.
Baca juga: Kubu Anies dan Ganjar Minta Pilpres Diulang Tanpa Gibran, Yusril: Tak Ada Landasan Hukumnya
Sengketa Pilpres 2024 bukan pertama kalinya dalam sejarah Pemilu di Indonesia, khususnya pasca-reformasi. Sepuluh tahun lalu tepatnya pada Pemilu 2004, permasalahan yang sama selalu muncul.
Jejak Sengketa Pilpres di Indonesia
Dirangkum dari berbagai sumber, berikut jejak sengketa Pilpres di Indonesia yang selalu terjadi sejak Pemilu 2004.
Pilpres 2004
Dalam kontestasi Pilpres 2004 ada lima paslon yang bertarung. Yakni Wiranto-Salahuddin Wahid, Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, SBY-Jusuf Kalla, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar.
Saat itu, Pilpres berlangsung dua putaran setelah perolehan suara terbanyak didapat oleh SBY-Jusuf Kalla dengan 33,57 persen. Kemudian disusul oleh Megawati-Hasyim 26,61 persen.
Memasuki putaran kedua, SBY-Jusuf Kalla mengalahkan Megawati-Hasyim dengan selisih suara cukup jauh, yakni 60.62 persen berbanding 39,38 persen. Alhasil KPU menetapkan SBY-Jusuf Kalla sebagai pemenang Pilpres 2004.
Namun, pada 5 Juli 2004 pasangan Wiranto-Wahid mendaftarkan gugatan Pilpres ke MK. Ada dua tuntutan yang diajukan saat itu, membatalkan SK KPU 79/2004 tentang penetapan hasil perhitungan suara capres-cawapres dan menuntut perhitungan ulang.
Hasilnya, majelis hakim MK menolak seluruh permohonan sengketa hasil Pilpres dari pasangan Wiranto-Wahid. Hakim berdalih selama persidangan pemohon tidak dapat membuktikan dalil hilangnya suara sebanyak 5.438.660 di 26 provinsi.
Pilpres 2009
Petarung pada Pilpres 2009 tidak ada wajah baru, tiga paslon sudah ikut pada Pemilu 2004. Hanya saja SBY tidak lagi didampingi JK melainkan menggandeng Boediono. Sementara JK menjadi capres didampingi Wiranto, dan Megawati Soekarnoputri mengikuti Pilpres lagi berpasangan dengan Prabowo Subianto.
Baca juga: Kalah Pilpres 2024, Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud Kompak Ajukan Gugatan ke MK
Hasilnya, SBY-Boediono menang satu putaran dengan perolehan suara 60,80 persen. Lalu Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto merasa tidak terima karena menilai suara SBY-Boediono cukup besar.
Sengketa Pilpres 2009 pun digulirkan, namun hasilnya seperti 2004. Ketua MK saat itu, Mahfud MD membaca putusan penolakan gugatan yang diajukan, alasannya gugatan dua paslon tidak terbukti.
Pilpres 2014
Peserta Kontestasi Pilpres 2004 tidak lagi sebanyak sebelumnya, hanya ada dua paslon yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo (Jokowi)-JK. Hasilnya Jokowi-JK menang.
Kemudian, Prabowo-Hatta mengajukan Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU) ke MK. Mereka menuding ada sejumlah kejanggalan proses Pemilu di 52.00 TPS.
Lagi-lagi, pada 21 Agustus 2014 MK memutuskan menolak seluruh gugatan PHPU kubu Prabowo karena tidak terbukti ada kecurangan Pilpres 2014 yang masif, sistematis, dan terstruktur.
Sengketa Pilpres 2019
Terakhir, Pilpres 2019 kontestan tidak berubah melainkan hanya mengganti wakilnya. Jokowi bersama Ma’ruf Amin dan Prabowo berpasangan dengan Sandiaga Uno, hasilnya Jokowi kembali menang.
Lalu pada 24 Mei 2019, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi mengajukan gugatan sengketa Pilpres ke MK. Setelah melewati serangkaian proses persidangan, MK memutuskan seluruh gugatan yang diajukan Tim Kuasa hukum Prabowo-Sandi.
Dengan begitu, persidangan sengketa Pilpres 2024 nanti akan menjadi yang kesekian kalinya dalam sejarah demokrasi Indonesia. Tinggal menunggu hasilnya, apakah berbeda dengan sebelumnya atau tidak.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.