jurnalistika.id – Belakangan ini, vasektomi ramai jadi perbincangan hangat di media sosial, terlebih setelah wacana kontroversial yang dilontarkan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Ia dikabarkan ingin mewajibkan prosedur vasektomi bagi para penerima bantuan sosial (bansos). Ide itu langsung memicu gelombang pro dan kontra di media sosial.
Terlepas dari polemik tersebut, penting untuk memahami terlebih dahulu apa sebenarnya vasektomi itu. Benarkah tindakan ini ekstrem? Apakah berbahaya? Dan bagaimana dampaknya bagi pria yang menjalaninya?
Apa Itu Vasektomi?
Vasektomi adalah prosedur kontrasepsi permanen yang dilakukan pada pria. Tujuannya adalah untuk mencegah kehamilan dengan cara memutus jalur sperma dari testis ke penis melalui pemotongan dan penyegelan vas deferens, saluran kecil yang membawa sperma saat ejakulasi.
Baca juga: Manfaat Sarapan dengan Bubur Ayam Jakarta 46 bagi Kesehatan
Meskipun sperma tidak lagi terkandung dalam air mani, pria yang telah menjalani vasektomi tetap bisa mengalami ejakulasi dan orgasme secara normal. Yang berubah hanyalah kandungan dalam cairan ejakulat tersebut.
Bagaimana Prosedurnya Dilakukan?
Secara umum, vasektomi dilakukan dalam dua metode utama:
- Vasektomi konvensional, di mana dokter membuat sayatan kecil di skrotum untuk mengakses dan memotong vas deferens.
- Vasektomi tanpa pisau bedah, yang dilakukan melalui lubang kecil tanpa sayatan besar, dengan metode yang minim risiko luka dan biasanya tanpa jahitan.
Prosedur ini hanya memerlukan waktu singkat dan dapat dilakukan secara rawat jalan, tanpa perlu rawat inap atau bius total. Biasanya, pria bisa kembali ke aktivitas ringan dalam beberapa hari setelah tindakan.
Apa Saja Efek Sampingnya?
Meskipun tergolong aman dan sederhana, vasektomi tetap merupakan prosedur medis yang berpotensi menimbulkan efek samping, meskipun jarang. Efek samping jangka pendek antara lain:
- Memar di area skrotum
- Nyeri ringan atau rasa tidak nyaman
- Pembengkakan ringan
- Darah dalam air mani
- Infeksi di lokasi sayatan
Komplikasi jangka panjang juga bisa muncul, walau risikonya kecil, seperti:
- Nyeri kronis di testis (terjadi pada sekitar 1-2% pasien)
- Granuloma sperma, yaitu reaksi peradangan karena sperma bocor ke jaringan sekitarnya
- Hidrokel atau pembengkakan akibat cairan di sekitar testis
- Kehamilan tak diinginkan, dalam kasus sangat langka jika prosedur tidak sepenuhnya berhasil
Manfaat Vasektomi
Bagi pasangan yang telah yakin tidak ingin memiliki anak lagi, vasektomi menjadi pilihan kontrasepsi permanen yang sangat efektif. Bahkan, tingkat keberhasilannya lebih dari 99,99% setelah masa transisi selesai.
Baca juga: Mengenang 4 Tokoh Buruh Indonesia dan Jasanya yang Tak Terlupakan
Beberapa keunggulan lain dari vasektomi antara lain:
- Prosedur lebih ringan dan lebih murah dibanding ligasi tuba pada perempuan
- Risiko komplikasi lebih rendah
- Tidak memerlukan perawatan jangka panjang atau kontrol rutin
- Mengurangi ketergantungan pada metode kontrasepsi harian, seperti pil atau kondom
Hal yang Perlu Diketahui Sebelum Melakukan Vasektomi
Salah satu hal terpenting sebelum memutuskan melakukan vasektomi adalah keyakinan bahwa tidak ingin memiliki anak lagi di masa depan.
Meskipun prosedur ini bisa dibatalkan melalui operasi khusus, pembatalan vasektomi tidak selalu berhasil dan biayanya pun jauh lebih mahal serta kompleks dibanding prosedur awal.
Pasca vasektomi, sperma masih dapat tersisa dalam air mani hingga dua atau tiga bulan. Oleh karena itu, pasangan tetap harus menggunakan alat kontrasepsi tambahan sampai hasil analisis menunjukkan air mani bebas sperma sepenuhnya.
Efektivitas dan Tingkat Kegagalan
Vasektomi memiliki tingkat kegagalan kurang dari 1 dari 10.000 kasus per tahun. Itu menjadikannya metode kontrasepsi paling efektif setelah abstinensia.
Bandingkan dengan kondom, yang memiliki tingkat kegagalan sekitar 15-20% per tahun, atau metode “putus obat” (coitus interruptus) yang gagal pada 25-30% pasangan.
Kontroversi dan Sensitivitas Sosial
Wacana untuk menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bansos tentu tidak bisa dilepaskan dari aspek etika dan hak asasi manusia.
Menjadikan tubuh sebagai alat tukar untuk kebijakan publik adalah hal yang sarat polemik. Maka, penting untuk memastikan bahwa pilihan vasektomi tetap bersifat sukarela, berdasarkan informasi medis yang lengkap dan keputusan pribadi tanpa tekanan dari siapa pun.
Vasektomi adalah langkah medis yang sah dan logis bagi mereka yang ingin kontrasepsi permanen. Namun, edukasi, kesadaran, dan sukarela harus tetap menjadi fondasi utama dalam praktiknya.
Terlepas dari perdebatan yang terjadi, keputusan untuk melakukan vasektomi harus kembali pada pemahaman menyeluruh dan kehendak individu, bukan paksaan dari kebijakan apa pun.
Ingin tahu lebih jauh tentang vasektomi? Konsultasikan langsung dengan dokter spesialis urologi atau layanan kesehatan terdekat. Ingat, setiap keputusan tentang tubuh kita, harus datang dari diri sendiri.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.
Sumber: mayoclinic.org, nhs.uk, webmd.com