jurnalistika.id – Jelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, pemandangan unik muncul di sejumlah sudut kota dan perumahan.
Selain Merah Putih yang berkibar gagah di tiang-tiang rumah, tak sedikit warga terutama anak muda mengibarkan bendera fiksi, seperti bendera bajak laut One Piece bergambar tengkorak dan topi jerami.
Fenomena ini menyedot perhatian. Tak sedikit yang menyambutnya sebagai bentuk kreativitas dan ekspresi kebudayaan pop.
Namun, di sisi lain, muncul pertanyaan apakah pengibaran bendera non-negara seperti One Piece itu melanggar hukum? Apalagi jika dilakukan berbarengan dengan perayaan Hari Kemerdekaan yang sakral.
Boleh Mengibarkan Bendera Fiksi, Asal…
Dalam sistem hukum Indonesia, pengibaran bendera non-negara seperti bendera komunitas, organisasi, maupun fiksi seperti One Piece tidak secara eksplisit dilarang.
Namun, ada catatan penting yang perlu diperhatikan agar tidak melanggar aturan terkait penghormatan terhadap Bendera Negara.
Baca juga: Ramai Bendera One Piece di HUT RI, DPR Sebut Ada Dugaan Gerakan Pecah Belah
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, Bendera Merah Putih adalah simbol kenegaraan yang sangat sakral. Ketika ingin mengibarkan bendera lain bersama Sang Saka, maka harus mengikuti ketentuan ketat.
Misalnya, dalam Pasal 21, disebutkan bahwa jika Bendera Negara dipasang bersama bendera organisasi, komunitas, atau simbol lain, maka:
- Merah Putih harus berada di sebelah kanan;
- Diposisikan lebih tinggi dan dibuat lebih besar;
- Tidak boleh dipasang bersilang;
- Dalam pawai, Merah Putih harus berada di depan barisan.
Artinya, jika bendera One Piece dikibarkan sendirian di rumah atau pekarangan pribadi tanpa menyertakan Merah Putih, sebenarnya tidak ada larangan khusus.
Namun, jika dikibarkan bersamaan dengan Merah Putih, maka aturan di atas harus ditaati agar tidak dianggap merendahkan kehormatan Bendera Negara.
Merah Putih Tetap Prioritas
Pengibaran Merah Putih bukan hanya soal formalitas, tetapi kewajiban hukum setiap warga negara. Dalam Pasal 7 ayat (3) UU No. 24 Tahun 2009, warga negara yang menguasai rumah, gedung, kantor, sekolah, transportasi, dan fasilitas lainnya wajib mengibarkan Bendera Negara setiap 17 Agustus.
Mengabaikan ini, apalagi hanya demi mengibarkan bendera fiksi, bisa dianggap bentuk kelalaian terhadap kewajiban konstitusional. Maka, penting untuk memastikan bahwa Merah Putih tetap dikibarkan di tempat paling utama dan terhormat.
Lebih jauh, Pasal 24 dari undang-undang yang sama mengatur larangan-larangan penggunaan Bendera Negara, seperti tidak boleh dicetak gambar, tidak boleh digunakan untuk iklan, tidak boleh rusak atau kusam, dan tidak boleh digunakan untuk atap atau pembungkus barang.
Pelanggaran terhadap aturan ini bisa dikenai pidana hingga 5 tahun penjara atau denda Rp 500 juta.
Bagaimana dengan Bendera Negara Lain?
Kasus lain yang juga perlu dicermati adalah pengibaran bendera negara asing. Aturan mengenai hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958, yang menyatakan bahwa bendera asing hanya boleh dikibarkan dalam kondisi tertentu.
Misalnya saat hari nasional negara tersebut, kunjungan kepala negara asing, atau dengan izin kepala daerah setempat.
Jika tidak mengikuti ketentuan tersebut, warga bisa dikenai hukuman kurungan hingga 3 bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu. Selain itu, ketika dikibarkan bersama Merah Putih, bendera asing harus setara ukurannya, baik dari sisi tiang maupun ukuran kainnya, seperti diatur dalam Pasal 17 UU 24/2009.
Kesimpulannya Boleh, Tapi Jangan Lebih Tinggi dari Merah Putih
Bendera One Piece, bendera klub sepak bola, hingga panji organisasi atau fandom adalah bagian dari ekspresi budaya dan komunitas. Selama tidak menyalahi aturan penghormatan terhadap Bendera Negara, penggunaannya bisa ditoleransi dalam ruang privat atau komunitas.
Namun, di momen sakral seperti Hari Kemerdekaan, sudah semestinya Merah Putih menjadi satu-satunya simbol yang mendapat tempat utama.
Jangan sampai, semangat kebebasan berekspresi justru meredupkan makna perjuangan dan nasionalisme yang diwakili oleh Sang Saka Merah Putih.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.