jurnalistika.id – Rupanya janji Bhre Wirabumi atau Prabu Menak Sembuyu untuk memeluk Islam setelah putrinya sembuh dari sakit hanya isapan jempol belaka. Bahkan sang Raja marah dan mengancam Maulana Ishaq ketika diingatkan akan janjinya untuk memeluk Islam.
Baca kisah sebelumnya: Kisah Maulana Ishaq, Ulama Asal Pasai yang Menyembuhkan Penyakit Aneh Putri Raja Blambangan
Atas perilaku mertuanya itu, akhirnya Maulana Ishaq pergi dari Blambangan menuju ke Pasai, Aceh, yang merupakan kampung halamannya. Sementara istrinya, Dewi Sekardadu sedang hamil tujuh bulan. Dewi Sekardadu merasa sangat sedih sekali ditinggal pergi suami tercintanya.
Pasca kepergian Maulana Ishaq, bumi Blambangan kembali diserang pageblug. Banyak sekali yang meninggal. Penyakit yang menyerang Blambangan ini tergolong ganas, sebab orang sakit pagi harinya, sorenya meninggal. Jika terkena sore hari, maka paginya meninggal.
Hati Prabu Menak Sembuyu kembali digelayuti perasaan bingung dan khawatir. Kebencian kepada sang menantu, Maulana Ishaq, menyebabkan hatinya gelap dan berprasangka buruk kepada calon cucunya yang masih dalam kandungan. Ia mengira bahwa penyebab pageblug di negerinya ini ialah anak yang dikandung oleh putrinya. Dia bersumpah, jika anak itu telah lahir akan dibuang ke lautan atau Samudra dengan menggunakan sebuh peti.
Sunan Giri Kecil Dilarung ke Laut oleh Sang Kakek
Setelah sekian lama hamil tua, akhirnya Putri Sekardadu melahirnya seorang bayi kali-laki. Benar saja, ketika anak itu lahir, Prabu Menak Sembuyu segera melarung cucunya ke tengah lautan yang sangat luas. Tentu saja sang ibunda, putri Sekardadu melarangnya. Akan tetapi hal ini tidak ia gubris dan tetap pada pendirian semula. Atas pertolongan Allah SWT, peti itu ditemukan janda yang juga saudagar kaya Raya yang bernama Nyi Ageng Pinatih.
Dalam buku SKI Kelas 6 Madrasah Ibtidaiyah menceritakan awal mula bayi Raden Paku yang kelak menjadi Sunan Giri ini ditemukan Nyi Ageng Pinatih. Awalnya ada sebuah peti kecil yang tersangkut di kapal milik Nyi Ageng Pinatih yang sedang berlayar ke Bali. Kemudian peti itu diserahkan kepada Nyi Ageng Pinatih. Rasa penasaran menggelayuti Nyi Ageng Pinatih yang mendorong hatinya untuk segera membuka peti itu untuk mengetahui isinya.
Ketika peti terbuka, betapa terkejutnya Nyi Ageng Pinatih, sebab isinya di luar dugaannya, yakni berisi seorang bayi laki-laki yang mungil. Betapa bahagianya hatinya sebab sekian lama berumah tangga belum memiliki momongan. Bayi itu kemudian dijadikan anak angkat dan diberi nama Jaka Samudra, sebab ditemukan di tengah samudra.
Awal Mula Gelar Giri
Ketika berusia 7 tahun, Jaka Samudra dititipkan ke Pesantren Ampeldenta. Nama Jaka Samudra diganti menjadi Raden Paku oleh Sunan Ampel. Ia belajar berbagai disiplin ilmu agama, Al-Qur’an, Hadits, Fikih dan Tasawuf di bawah asuhan Sunan Ampel. Karena kecerdasannya menyerap ilmu agama Raden Paku diberikan gelar Maulana Ainul Yaqin.
Setelah beberapa tahun mengenyam pendidikan di Pesantren, Raden Paku berangkat ke Tanah Suci bersama Raden Mahdum Ibrahim (putra Sunan Ampel). Saat melewati Aceh, mereka berdua menemui Syekh Maulana Ishak, kemudian disarankan untuk memperdalam ilmu agama terlebih dahulu. Setelah beberapa tahun belajar mereka berdua disarankan kembali ke Jawa untuk mengabdi ke masyarakat.
Kepulangannya ke Gresik bersama dua orang abdi, Syekh Koja dan Syekh Grigis, sambil membawa pesan Syekh Maulana Ishak agar kelak Raden Paku mencari lokasi yang jenis tanahnya sama dengan tanah yang diberikan sang Ayah. Akhirnya menemukan jenis tanah yang sama di sebuah perbukitan pada tahun 1480 M yang diberikan nama Giri, dalam bahasa Sangsekerta berarti gunung. Oleh sebab itu, beliau lebih di kenal dengan nama Sunan Giri.
Ikuti Jurnalistika di Google News, klik di Sini.
Kontributor: Khazim