Jurnalistika
Loading...

IDI Tempuh Uji Materi atas Pengesahan UU Kesehatan ke MK

  • Firman Sy

    13 Jul 2023 | 13:45 WIB

    Bagikan:

image

(Ilustrasi: Pexels/gratisography)

jurnalistika.id – Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bersama empat organisasi profesi mengajukan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), atas sejumlah poin krusial yang ada di dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan Nasional.

Ketua Umum PB IDI, Adib Khumaidi mengatakan, uji materi terhadap UU Kesehatan yang disahkan DPR RI pada Selasa (11/7/2023) lalu itu, ditempuh bersama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

“Maka atas dasar kajian yang sudah kami lakukan berkaitan dengan proses substansi yang belum mencerminkan kepentingan rakyat, maka kami dari IDI bersama empat organisasi profesi akan menyiapkan upaya hukum. Sebagai bagian tugas kami sebagai masyarakat yang taat hukum untuk mengajukan judicial review melalui MK,” kata Adib melalui keterangan pers, Kamis (13/7/2023).

Menurutnya, penyusunan UU Kesehatan secara prosedural belum memperhatikan aspirasi dari berbagai profesi kesehatan. Hingga saat ini, kata dia, IDI bahkan belum pernah mendapatkan rilis resmi RUU Kesehatan yang telah disahkan.

Adib menilai, hal tersebut menunjukkan kecatatan formil hukum. Di samping itu, pembuatan UU Kesehatan pun diselesaikan hanya dalam waktu hitungan enam bulan.

“Apakah ini sudah mencerminkan kepentingan kesehatan rakyat Indonesia? Tentunya di luar nalar kita semua, walaupun metode Omnibuslaw itu sah di dalam pembuaan undang-undang, tetapi kita melihat ketergesa-gesahan ini, keterburu-buruan ini juga menjadi sebuah cerminan bahwa regulasi ini dipercepat,” katanya.

Lebih lanjut, ia mengkhawatirkan transformasi kesehatan hanyalah sebuah janji manis yang dilembagakan dalam bentuk regulasi UU Kesehatan.

“Apakah memang konsep transformasi kesehatan, keberpihakan terhadap kesehatan rakyat Indonesia, keberpihakan terkait dengan kemandirian kesehatan, termasuk juga keberpihakan terkait dengan SDM tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam negeri. Apakah itu sudah tercermin di dalam undang-undang ini?” imbuh Adib.

Adib turut mempertanyakan soal UU Kesehatan telah memenuhi asas keadilan sosial, kemudahan akses, dan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Terlebih, melihat hilangnya anggaran wajib minimal atau mandatory spending yang diamanahkan Abuja Declaration Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan TAP MPR RI X/MPR/2021.

“Komitmen negara, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, itu berarti masyarakat, rakyat, secara kuantitas tidak mendapatkan kepastian hukum di dalam aspek pembiayaan kesehatan,” kata dia.

Dengan demikian, menurutnya masyarakat akan dihadapkan dengan upaya membangun kesehatan yang akan dikedepankan dengan melalui sebuah proses, sumber-sumber pendanaan di luar APBN dan APBD.

“Bukan tidak mungkin, melalui pinjaman, privatisasi sektor kesehatan, komersialisasi dan bisnis kesehatan, yang ini sekali lagi, sebuah konsekuensi tentang ketahanan kesehatan bangsa Indonesia,” tukasnya.

Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di Sini.

IDI

Ikatan Dokter Indonesia

judicial review

Mahkamah Konstitusi

uji materi

uu kesehatan


Populer

Potret Lautan Massa Aksi Penuhi Jalanan Depan Gedung Parlemen
Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami