Jurnalistika

Loading...

Google Doodle Rayakan Hari Lahir Sapardi Djoko Damono, Mari Baca Lagi 7 Puisi Romantisnya

  • Jurnalistika

    20 Mar 2023, 01:45 WIB

    Bagikan:

image

Hari Lahir Sapardi Djoko Damono, penyair legendaris Indonesia diperingati Google. (tangkapan layara)

jurnalistika.id – Logo Google hari ini, Senin, 20 Maret 2023 nampak sendu. Saat pertama kali membuka Google, pengguna akan disambut ilustrasi seorang pria bertopi pet, memegang payung sedang berjalan di tengah guyuran hujan, pria itu adalah Sapardi Djoko Damono.

Penyair asal Surakarta yang dijadikan Doodle oleh Google hari ini itu lahir pada 20 Maret 1940, tepat 83 tahun hari ini. Menurut Google, Sapardi Djoko Damono merupakan penyair yang merevolusi puisi liris Indonesia.

“Doodle hari ini memperingati hari lahir Sapardi Djoko Damono, penyair yang merevolusi puisi liris di Indonesia,” tulis Google.

Kumpulan beberapa puisi di buku Hujan Bulan Juni, menurut Google lagi, merupakan karya terbesarnya. Karya itu bahkan menginspirasi beberapa penyair untuk membuat komposisi dengan tema serupa.

Sapardi dikenal sebagai penyair dengan karya-karyanya yang romantis. Puisi-puisi romantisnya mampu menyentuh hati masyarakat.

Di usianya yang senja, Sapardi masih tetap produktif menciptakan puisi-puisi romantis. Tak heran bila hari kelahirannya dijadikan Doodle oleh Google.

7 Puisi Sapardi Djoko Damono

sapardi djoko damono sedang membacakan pusis
Potret Sapardi Djoko Damono. ()

Berikut 7 Puisi-puisi romantis Penyair Legendaris Indonesia ini:

1. Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni

Dirahasiakannya rintik rindunya kepada pohon berbunga itu

Tak ada yang lebih bijak dari hujan bulan Juni

Dihapusnya jejak-jejak kakinya yang ragu-ragu di jalan itu

Tak ada yang lebih arif dari hujan bulan Juni

Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu

2. Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

3. Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu, kita abadi

memungut detik demi detik

merangkainya seperti bunga

sampai pada suatu hari kita lupa untuk apa

“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu. Kita abadi.

4. Pada Suatu Hari Nanti

Pada suatu hari nanti

Jasadku tak akan ada lagi

Tapi dalam bait-bait sajak ini

Kau tak akan kurelakan sendiri

Pada suatu hari nanti

Suaraku tak terdengar lagi

Tapi di antara larik-larik sajak ini

Kau akan tetap kusiasati

Pada suatu hari nanti

Impianku pun tak dikenal lagi

Namun di sela-sela huruf sajak ini

Kau tak akan letih-letihnya kucari.

5. Sementara Kita Saling Berbisik

sementara kita saling berbisik

untuk tinggal lebih lama lagi pada debu

cinta yang tinggal berupa bunga kertas dan lintasan angka-angka

ketika kita saling berbisik di luar semakin sengit

malam hari memadamkan bekas-bekas telapak kaki

menyekap sisa-sisa unggun api sebelum fajar

Ada yang masih bersikeras abadi.

6. Kenangan

Ia meletakkan kenangannya dengan sangat hati-hati di laci meja

dan menguncinya memasukkan anak kunci ke saku celana

sebelum berangkat ke sebuah kota yang sudah sangat lama hapus dari peta

yang pernah digambarnya pada suatu musim layang-layang

Tak didengarnya lagi suara air mulai mendidih di laci yang rapat terkunci

Ia telah meletakkan hidupnya di antara tanda petik.

7. Akulah Si Telaga

berlayarlah di atasnya; berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil

berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya

yang menggerakkan bunga-bunga padma

sesampai di seberang sana

tinggalkan begitu saja perahumu biar aku yang menjaganya.

Sapardi Djoko Damono wafat pada Minggu (19/7/2020) di Rumah Sakit Eka Hospital BSD, Tangerang Selatan.

Baca berita jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

(red)

Google Doodle

penyair

Sapardi Djoko Damono


Tentang Kami
Karir
Kebijakan Privasi
Pedoman Media Siber
Kontak Kami