jurnalistika.id – Hampir seperempat abad Tragedi 12 Mei 1998 berlalu. Para aktivis 98 mengakui tragedi itu seperti baru terjadi kemarin. Peluh keringat bercampur air mata dan bekas darah serta perihnya gas air mata bercampur aduk di kampus Trisakti, Grogol, Jakarta Barat.
“Teriakan, tangisan suara peluru berdesing dan kepanikan teman – teman mahasiswa kala itu setelah maghrib, kita terkepung di kampus,” tutur Eric Asmansyah, S.H., M.H. – alumni Fakultas Hukum Universitas Trisakti mengisahkan dalam acara halal bilhalal yang mengangkat tema ‘ngopih-ngopih aja dolo’ di Coffee Bakery, Mall Jakarta Selatan, Selasa (9/5/2022).
Pada acara ngopi santai tersebut, hadir pula aktivis 98 lain, yaitu, Wanda Hamidah, Alex Yahya Datuk, Bona dan M. Andree Tjakraningrat yang dahulu tergabung dalam Kelompok Studi Trisakti (KST), menceritakan pengalamannya, evaluasi terhadap 6 agenda reformasi dan harapan Indonesia di masa depan.
“Terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan apresiasi berupa pemberian rumah beserta isinya kepada keluarga korban tragedi 12 mei 1998. Namun Kelompok Studi Trisakti tetap menuntut pemerintah agar memberikan gelar pahlawan reformasi untuk korban tragedi 12 mei 1998,” sambung Eric Armansyah yang juga merupakan ketua umum KST.
Sementara, Wanda Hamidah mengatakan, bahwa masih banyak hal yang harus dibenahi dan diperbaiki dalam 24 tahun reformasi berjalan, khususnya masalah penegakan hukum dan keseriusan pemberantasan Korupsi.
“Yang pada jaman dahulu kita tegas meminta pemberantasan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepostisme), sementara issue terkini betapa kuatnya pengaruh oligarki yang juga menjadi perhatian dan catatan evaluasi kita bersama. Harapan ke depan kita benar-benar harus serius dan komitmen melakukan perubahan yang lebih baik untuk kemajuan bangsa dan tanah air tercinta ini,” ungkapnya.
Terkait Tragedi 12 Mei, Wanda juga menambahkan, “Fakta hukum kan jelas adanya penembakan oleh aparat dan telah diadili, bahkan kita kan meminta adanya pengadilan ad hoc untuk membuka siapa yang bertanggung jawab atas perintah penembakan tersebut dan permintaan maaf secara terbuka dari pelaku penembakan tersebut yang sampai saat ini belum dilakukan dan dilaksanakan,” ujarnya.
“Saya kira perlu adanya kepastian hukum bagi seluruh rakyat Indonesia, selanjutnya tata sosial dan budaya melalui pendidikan karakter harus berjalan.” Pungkas Eryo sebagai Ex Aktifis 98.
Selanjutnya, M. Andree Tjakraningrat, selaku pendiri KST menambahkan, selain kita terus berjuang untuk pemberian gelar pahlawan reformasi dan permintaan maaf atas terjadinya Tragedi 12 Mei yang disampaikan. Ada hal yang sangat penting yaitu pengorbanan dan perjuangan pada tahun 1998 jangan sampai diciderai dan harus terus diupayakan terlaksananya seluruh agenda reformasi yang dituntut pada waktu itu.
“Walaupun harus diakui saat ini sudah beberapa perubahan telah terjadi seperti adanya kebebasan pers dan hak-hak demokrasi masyarakat terpenuhi. TNI Polri telah melakukan reformasi secara bertahap dan adanya reformasi di segala bidang dan sektor yang harus tetap dikawal dan terus dikoreksi, khususnya reformasi agraria dan hak atas tanah adat yang harus diperhatikan dan perlu perhatian terhadap konflik agraria yang melibatkan mafia tanah. Kemajuan pada bidang parawisata dan teknologi serta pemberdayaan juga harus kita apresiasi,” pungkas penggiat budaya dan tokoh muda Jawa Timur Madura itu.
Baca berita dan informasi menarik lainnya di Google News