jurnalistika.id – Sekitar 40 ribu link penjualan pakaian bekas impor (thrifting) dihapus atau di-takedown pemerintah. Langkah ini menyusul pelarangan jual beli produk pakaian bekas impor yang dianggap merugikan pelaku UMKM.
Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan (Kemendag), Moga Simatupang mengatakan, 40 ribu tautan penjualan pakaian bekas impor itu dihapus dari platform e-commerce serta social commerce.
“Saat ini kurang lebih 40 ribuan link yang sudah di-takedown. Ke depannya, teman teman dari e-commerce dan social commerce akan melakukan pemantauan,” ujar Moga, seperti diberitakan Antara, Kamis (6/4/2023).
Kendala Blokir Link Penjualan Pakaian Bekas Impor
Memblokir para penjual pakaian bekas impor di berbagai pasar daring, kata Yoga, bukan tanpa kendala. Sebab, setiap dilakukan penghapusan akun, maka tak lama muncul lagi akun serupa dengan nama baru.
“Kadang sudah di-takedown itu diganti lagi, jadi memang perlu percepatan dari teman teman semua sehingga penjualan pakaian bekas melalui e-commerce bisa selesai,” katanya.
Sementara itu Kepala Bidang Logistik IDEA (Indonesian E-Commerce Association), Even Alex Chandra menjelaskan, 40 ribu tautan penjualan baju bekas tersebut berasal dari seluruh anggota IDEA. Mulai dari Shopee, Lazada, Tokopedia, Tiktok, BliBli dan Meta.
Adapun proses pencarian akun dan tautannya, kata dia dilakukan mulai dari secara manual hingga melibatkan kecerdasan buatan alias artificial intelligence (AI). Koordinasi lintas kementerian juga dilakukan untuk menemukan lebih banyak tautan thrifting di dunia maya.
“Kita juga cari dengan bantuan dari kementerian-kementerian. Jadi Kemendag oper link nih, tolong di-takedown langsung kita tindak,” ucap Alex.
Penjualan Thrifting Berkurang?
Saat ini, Alex mengaku jumlah produk yang dijual semakin berkurang, meski masih ada yang tetap berjualan dengan tautan-tautan ‘bandel’. Pelaku jual beli pakaian bekas impor ini bersiasat, lanjut dia mulai dari mengganti nama hingga foto toko dan produk.
“Contoh yang kita ketemu, indikasi awal di minggu-minggu awal isunya mulai ramai, mereka memang pakai kata ball. Sekarang udah pakai kata karungan jadi memang tim harus mencari terus-terus,” katanya.
Baca berita dan ikuti jurnalistika di Google News, klik di Sini.
(fsy/red)