jurnalistika.id – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten menetapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan, Wahyunoto Lukman, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengelolaan dan pengangkutan sampah tahun anggaran 2024 dengan nilai fantastis mencapai Rp75,9 miliar.
Penetapan status tersangka terhadap Wahyunoto dilakukan setelah Kejati menahan direktur PT EPP berinisial SYM, rekanan Pemkot Tangsel dalam proyek tersebut.
Wahyunoto diduga terlibat aktif dalam menentukan lokasi pembuangan sampah yang ternyata dilakukan secara ilegal dan tidak sesuai ketentuan.
“Dengan Saudara Zeki Yamani setelah secara aktif berperan dalam menentukan titik lokasi buang sampah ke lokasi-lokasi yang tidak memenuhi kriteria tempat pemrosesan tempat akhir pembuangan sebagaimana ketentuan yang berlaku,” ungkap Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, Selasa (15/4/2025).
Baca juga: Selamatkan Motor Saat Kebakaran, Kakek di Tangsel Tewas
Wahyunoto langsung ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Pandeglang usai diperiksa penyidik. Ia keluar dari gedung Kejati Banten sekitar pukul 14.55 WIB tanpa memberikan keterangan kepada wartawan.
Bermula dari Pembuangan Sampah di Banyak Lokasi Ilegal
Menurut Kepala Seksi Penyidikan Kejati Banten, Himawan, dugaan pelanggaran bermula dari praktik pembuangan sampah yang dilakukan di sejumlah lokasi tidak resmi.
Sampah dari Tangsel disebut-sebut dibuang ke lahan milik perorangan yang tersebar di berbagai wilayah seperti Tangerang, Bogor, hingga Bekasi.
“Lahan-lahan tersebut merupakan lahan-lahan orang perorangan, jadi bukan lahan tempat pemerintahan, jadi lahan tersebut adalah lahan pribadi yang di mana si pemilik lahan ini bersedia menjadikan lahannya sebagai tempat pembuangan sampah,” jelas Himawan.
Beberapa titik pembuangan ilegal tersebut teridentifikasi berada di Desa Cibodas dan Sukasari di Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor.
Baca juga: Pabrik Rumahan Ciu Digerebek di Tangerang, Polisi Sita Ratusan Botol Siap Edar
Lalu di Desa Gintung dan Jatiwaringin di Kabupaten Tangerang. Kemudian di wilayah Cilincing, Kabupaten Bekasi.
Tak hanya bermasalah dari sisi legalitas lahan, sistem pembuangan yang dilakukan pun tidak sesuai standar. Pemkot Tangsel bersama PT EPP disebut hanya melakukan sistem open dumping atau pembuangan terbuka, tanpa proses pengelolaan lanjutan.
“Itu sudah tidak diperkenankan lagi seperti itu kurang lebih,” tambah Himawan.
Situasi ini menuai keluhan dari warga sekitar, terutama di Desa Gintung, yang merasa dirugikan dengan kehadiran lokasi pembuangan sampah ilegal di wilayah mereka.
Padahal, menurut regulasi, lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) harus memenuhi sejumlah syarat teknis.
“Area Desa Gintung itu dikomplain karena di wilayahnya terjadi tempat pembuangan sampah ilegal karena untuk tempat pembuangan akhir itu ada kriteria-kriteria yang telah diatur di dalam peraturan menteri,” imbuhnya.
DLH Tangsel Kerja Sam dengan PT EPP
Dalam proses pengadaan jasa pengangkutan dan pengelolaan sampah tahun 2024, DLH Tangsel bekerja sama dengan PT EPP melalui kontrak senilai Rp75,9 miliar.
Rinciannya, Rp50,7 miliar untuk jasa pengangkutan dan Rp25,2 miliar untuk pengelolaan sampah. Namun, menurut penyidik, PT EPP ternyata tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan isi kontrak.
“PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas dan atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ungkap Rangga.
Baca juga: Ketahuan Tanam Ganja Dalam Kamar, Mahasiswa di Bekasi Diringkus Polisi
Kejati juga mengungkap adanya dugaan persekongkolan antara Wahyunoto dan SYM dalam proses pengurusan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) agar PT EPP memiliki izin tidak hanya untuk pengangkutan, tapi juga pengelolaan sampah.
“Tersangka SYM telah bersekongkol dengan saudara WL, Kepala Dinas DLH Kota Tangsel mengurus KBLI agar PT EPP memiliki KBLI pengelolaan sampah tidak hanya KBLI pengangkutan,” jelas Rangga.
Salah Satu ASN Tangsel Diselidiki
Sementara itu, keterlibatan mantan ASN Tangsel, Zeki Yamani, juga tengah didalami penyidik.
Ia diduga ikut membantu Wahyunoto dalam menentukan lokasi pembuangan sampah yang tidak sesuai dengan kontrak.
“Dalam waktu dekat mungkin akan kami panggil juga yang bersangkutan dalam kapasitas sebagai saksi,” kata Himawan.
Kejati belum merinci berapa besar kerugian negara yang timbul dari proyek ini. Namun penyidik menyatakan tengah menelusuri kemungkinan aliran dana kepada pihak-pihak terkait, termasuk Wahyunoto.
“Untuk sementara tim masih terus melakukan pemeriksaan lebih dalam terhadap aliran dananya,” pungkas Rangga.
Pemeriksaan terhadap saksi-saksi lain masih terus berlanjut, dan tidak menutup kemungkinan bakal ada tersangka baru yang menyusul.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.