jurnalistika.id – Pihak berwajib membeberkan kronologi kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (FK Unpad) di RS Hasan Sadikin Bandung.
Pelaku berinisial PAP sudah ditetapkan sebagai tersangka pemerkosaan terhadap seorang wanita yang tengah menjaga ayahnya di rumah sakit. Perkara ini menimbulkan gelombang kecaman luas dan menyoroti celah keamanan di lingkungan medis.
Kronologi
Peristiwa tersebut terjadi pada 18 Maret 2025 dini hari. Menurut keterangan Kabid Humas Polda Jawa Barat Kombes Pol Hendra Rochmawan, tersangka mendekati korban berinisial FA dengan dalih melakukan prosedur medis tambahan.
“(Tersangka) meminta korban untuk tidak ditemani oleh adiknya,” ujar Hendra dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Rabu (9/4).
Baca juga: Bejat! Dokter PPDS FK Unpad Diduga Bius Lalu Perkosa Penunggu Pasien di RSHS
Dengan dalih pengecekan darah, pelaku membawa korban dari ruang IGD menuju lantai 7 Gedung MCHC. Di lokasi yang masih belum difungsikan secara resmi itu, korban diminta berganti pakaian dengan baju operasi dan kemudian dibius menggunakan suntikan hingga tak sadarkan diri.
Korban terbangun sekitar pukul 04.00 WIB dan kembali ke IGD. Saat hendak ke kamar kecil, ia merasakan sakit pada alat vitalnya, yang kemudian diceritakan kepada ibunya.
Keluarga Korban Lapor Polisi
Merasa ada kejanggalan, keluarga korban segera membuat laporan kepada kepolisian. Penelusuran kepolisian membuahkan hasil. Pada 23 Maret 2025, tersangka berhasil ditangkap oleh tim Ditreskrimum Polda Jabar.
Penyelidikan mengungkap bahwa lokasi kejadian berada di ruangan kosong yang belum digunakan, tetapi rencananya akan dijadikan ruang operasi khusus perempuan.
“Itu ruangan baru. Mereka (pihak RSHS) rencananya untuk operasi khusus perempuan. Jadi, itu belum pakai,” jelas Direktur Reskrimum Polda Jabar Kombes Pol Surawan.
Untuk memperkuat pembuktian, polisi melakukan uji forensik terhadap barang bukti yang ditemukan pada tubuh korban.
“Akan dilakukan uji di DNA, kan kita harus uji. Dari yang ada di kemaluan korban, kemudian keseluruhan uji DNA korban, dan juga yang ada di kontrasepsi itu sesuai DNA sperma,” katanya.
Tersangka Melakukan Percobaan Bunuh Diri
Surawan juga menyebut bahwa tersangka sempat melakukan percobaan bunuh diri sebelum ditangkap.
“Jadi, pelaku setelah ketahuan itu sempat berusaha bunuh diri juga. Memotong urat-urat nadi sehingga dia sempat dirawat, setelah dirawat baru ditangkap,” ujarnya.
Baca juga: Miris! Pria Asal Pamulang Kepergok Gali Tanah untuk Buang Bayi di Bintaro
PAP kini telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 6C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dengan ancaman maksimal 12 tahun penjara.
“Sudah ditahan pada tanggal 23 Maret,” ujar Surawan menegaskan.
PAP Sudah Dikeluarkan Unpad
Dari sisi akademik, pihak Unpad tak tinggal diam. Fakultas Kedokteran telah mengambil keputusan tegas untuk memberhentikan PAP dari program pendidikan dokter spesialis.
“Terduga merupakan PPDS yang dititipkan di RSHS dan bukan karyawan RSHS, maka penindakan tegas sudah dilakukan oleh Unpad dengan memberhentikan yang bersangkutan dari program PPDS,” kata Dekan FK Unpad, Yudi Hidayat.
Ia menambahkan, pihaknya bersama manajemen rumah sakit mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk di lingkungan pelayanan medis dan pendidikan tinggi.
“Unpad dan RSHS mengecam keras segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, yang terjadi di lingkungan pelayanan kesehatan dan akademik,” tegasnya.
Dilarang Melanjutkan Pendidikan Seumur Hidup
Langkah serupa juga diambil Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Melalui pernyataan resmi, Dirjen Kesehatan Lanjutan Azhar Jaya memastikan bahwa pelaku dilarang melanjutkan pendidikan sebagai residen seumur hidup.
“Kita sudah berikan sanksi tegas berupa melarang PPDS tersebut untuk melanjutkan residen seumur hidup di RSHS dan kami kembalikan ke FK Unpad,” kata Azhar. “Soal hukuman selanjutnya menjadi wewenang Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran,” tambahnya.
Kasus ini menjadi pukulan telak bagi dunia kedokteran, yang seharusnya menjadi ruang aman dan bermartabat. Penegakan hukum dan evaluasi sistem pengawasan internal di lingkungan rumah sakit dan institusi pendidikan kedokteran kini menjadi sorotan utama.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.