jurnalistika.id – Gugatan mahasiswa terkait batas usia minimum capres/cawapres akan disidangkan Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (8/11) siang ini. Gugatan tersebut diajukan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama (NU) bernama Brahma Aryana (23) yang diregistrasi dengan nomor 141/PUU-XXI/2023..
Materi gugatan adalah Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang sebelumnya telah diubah lewat Putusan MK 90/PUU-XXI /2023, menjadi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk pemilihan kepala daerah.”.
Menurut Brahma, terdapat persoalan konstitusionalitas pada frasa ‘yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’. Dia menilai, tidak ada kepastian hukum pada tingkat jabatan apa yang dimaksud pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah.
“Sehingga timbul pertanyaan, apakah hanya hanya pada Pemilihan Kepala Daerah tingkat Provinsi saja? Atau juga pada Pemilihan Kepala Daerah tingkat kabupaten/kota? Atau pada pemilihan kepala daerah tingkat provinsi maupun kabupaten kota?” katanya.
“Demikian pula pada pemilu pada pemilihan DPR saja? Atau pada tingkat DPRD tingkat Provinsi saja? Atau kabupaten/kota saja? Atau pada kesemua tingkatannya yakni DPR, DPD, DPRD provinsi dan kabupaten/kota?,” lanjut keterangan salah satu alasan permohonan Brahma.
Selain itu, persoalan konstitusionalitasnya terlihat dari pemaknaan berbeda-beda yang menimbulkan ketidakpastian hukum jika ditinjau dari legitimasi amar putusan atas pilihan frasa tersebut.
Sebelumnya diketahui, lima hakim konstitusi mengabulkan Putusan No. 90/PUU-XXV2023 yang melegitimasi frasa ‘yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’ .
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.