jurnalistika.id – Aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di sejumlah kota di Indonesia pada Kamis (23/08/2024) sebagai respons terhadap upaya Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang diduga mencoba menggagalkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024.
Gelombang protes ini menjadi puncak kemarahan masyarakat terhadap serangkaian tindakan yang dianggap merusak demokrasi, dituding dilakukan oleh Presiden Jokowi dan sekutunya.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) melalui pernyataan persnya menyampaikan keprihatinan atas penanganan demonstrasi yang dianggap berlebihan oleh aparat kepolisian.
Baca juga: Demo di Depan Gedung DPR: Massa Aksi Bakar Ban, hingga Robohkan Pagar
Laporan dari berbagai daerah menunjukkan adanya tindakan represif, intimidasi, hingga kekerasan terhadap para demonstran.
Di Semarang, bentrokan terjadi saat polisi membubarkan massa mahasiswa dengan tembakan gas air mata dan pemukulan. Aparat juga memburu demonstran menggunakan kendaraan taktis, menyebabkan 18 orang terluka parah dan harus dilarikan ke rumah sakit.
Situasi serupa terjadi di Makassar, polisi membubarkan massa dengan alasan jalur tersebut akan dilalui oleh Ibu Negara, Iriana Jokowi.
Sementara itu, di Bandung, 31 orang demonstran mengalami kekerasan fisik, dua di antaranya mengalami luka serius di bagian kepala. Dua orang lainnya masih dinyatakan hilang.
Lalu di Jakarta, demonstrasi yang awalnya berjalan damai berubah menjadi ricuh saat polisi mulai menembakkan gas air mata pada petang hari. Massa yang sempat menjebol pagar DPR akhirnya terpecah.
Aparat mulai melakukan pengejaran terhadap mahasiswa dan pelajar. Banyak di antara mereka mengalami pengeroyokan dan kekerasan fisik oleh aparat keamanan.
Diduga Ada Pemerasan
Hingga tengah malam, Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) mencatat banyak peserta aksi yang masih ditahan di berbagai kantor kepolisian. Setidaknya ada 27 orang ditahan di Polda Metro Jaya. Ada 105 orang di Polres Jakarta Barat, dan tiga anak di Polsek Tanjung Duren.
YLBHI juga melaporkan adanya dugaan pemerasan, di mana salah satu peserta aksi di Polres Jakarta Barat diminta membayar uang tebusan sebesar 3 juta rupiah.
“Update terbaru, Satu orang massa aksi yang ditahan di Polres Jakbar diminta uang tebusan 3 juta rupiah oleh aparat keamanan,” dikutip dari akun X resmi YLBHI.
Baca juga: Situasi Memanas: Polisi Tembakkan Gas Air Mata ke Massa di Gedung DPR RI
YLBHI menegaskan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian ini jelas melanggar hukum dan bertentangan dengan Peraturan Kapolri Nomor 1 Tahun 2009. Beleid itu mengatur agar aparat tidak terpancing emosi, tidak arogan, dan tidak menggunakan kekerasan dalam menghadapi kerumunan massa.
Mereka mendesak Kapolri untuk segera memerintahkan penghentian segala bentuk kekerasan terhadap massa aksi dan membebaskan peserta demonstrasi yang ditahan.
Baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini