jurnalistika.id – Ketegangan di Asia Selatan kembali meningkat setelah India melancarkan serangan udara presisi ke sejumlah titik strategis di wilayah Pakistan dan Kashmir yang dikuasai Islamabad, Rabu (7/5/2025).
Aksi militer ini datang hanya beberapa hari setelah serangan mematikan di Kashmir yang menewaskan puluhan warga sipil. Namun bagi masyarakat di kawasan itu, konflik ini bukan peristiwa baru.
Ketegangan antara India dan Pakistan belakangan adalah babak baru dari drama panjang yang sudah berlangsung selama 78 tahun. Konflik berdarah yang dimulai sejak detik pertama kelahiran India dan Pakistan pada 1947.
Luka Awal dari Pembagian Wilayah
Sejarah mencatat, ketika Inggris resmi mengakhiri kekuasaan kolonialnya atas India, mereka meninggalkan sebuah warisan yang paling eksplosif, yaitu pembagian wilayah berdasarkan agama.
India menjadi negara mayoritas Hindu, Pakistan mayoritas Muslim. Tapi Kashmir, sebuah wilayah dengan mayoritas Muslim yang dipimpin oleh Maharaja Hindu, menjadi masalah sejak awal.
Baca juga: 4 Rekomendasi Wisata Religi di Tangerang, Mayoritas Tempat Bersejarah
Ketika kelompok bersenjata dari Pakistan menyerbu Kashmir pada Oktober 1947, sang Maharaja meminta bantuan militer India dan menyetujui integrasi wilayah itu ke India.
Inilah titik mula dari Perang India-Pakistan yang pertama, yang berakhir dengan gencatan senjata pada Januari 1949 dan terbentuknya garis demarkasi yang kini dikenal sebagai Line of Control (LoC).
Perang demi Perang: Tanah Tak Bertuan Bernama Kashmir
Konflik terus berulang. Pada 1965, pecah perang kedua setelah Pakistan menyusupkan pasukannya ke Kashmir dalam Operasi Gibraltar.
Tujuannya menggulingkan kekuasaan India lewat pemberontakan lokal. Namun India membalas keras, dan perang berakhir dengan perjanjian damai yang rapuh.
Baca juga: Sejarah Perang Badar: Perlawanan Islam Terhadap Penindasan
Tahun 1971, konflik berubah wujud menjadi krisis kemanusiaan ketika Pakistan Timur (sekarang Bangladesh) berusaha melepaskan diri dari Pakistan Barat.
India mendukung gerakan kemerdekaan itu, yang memicu perang besar ketiga. Hasilnya, lahirnya negara baru Bangladesh dan kekalahan telak Pakistan.
Senjata Nuklir dan Ancaman Global
Pada Mei 1974, India melakukan uji coba nuklir pertama dengan sandi “Smiling Buddha”. Dunia tercengang, dan Pakistan tidak tinggal diam.
Dua dekade kemudian, pada Mei 1998, giliran Pakistan membalas dengan enam uji coba nuklir setelah India lebih dulu melakukan tes nuklir kedua.
Sejak saat itu, setiap ketegangan India-Pakistan membawa bayang-bayang perang nuklir. Meski India menerapkan doktrin “No First Use” hanya akan menggunakan senjata nuklir jika lebih dulu diserang secara nuklir, keraguan terhadap kestabilan kawasan terus membesar.
Radikalisasi dan Perang Bayangan
Sejak 1989, gelombang perlawanan di Kashmir berubah bentuk. Ketidakpuasan terhadap pemilu yang dianggap curang memicu lahirnya kelompok-kelompok bersenjata yang menuntut kemerdekaan atau penyatuan dengan Pakistan.
Gerakan yang awalnya bersifat nasionalis itu kemudian berubah menjadi gerakan Islamis setelah masuknya kelompok-kelompok radikal.
Serangan demi serangan terjadi. Dari penyerbuan parlemen India pada 2001, pemboman kereta Samjhauta pada 2007, hingga tragedi Mumbai 2008 yang menewaskan 164 orang. Setiap insiden memperkuat narasi saling curiga antara dua negara tetangga ini.
2019: Titik Balik Baru
Februari 2019, kelompok militan Jaish-e-Mohammed melancarkan serangan bunuh diri di Pulwama yang menewaskan puluhan anggota paramiliter India.
India langsung membalas dengan serangan udara ke wilayah Pakistan, dan Pakistan merespons dengan menembak jatuh pesawat tempur India dan menangkap pilotnya.
Baca juga: Sejarah Perang Uhud: Kekalahan Umat Islam dari Kaum Quraisy
Namun yang paling kontroversial terjadi pada Agustus 2019, ketika pemerintah India mencabut Pasal 370, yang selama ini memberikan otonomi khusus bagi Kashmir.
Keputusan ini memicu kemarahan warga Kashmir dan memancing kecaman dari Pakistan yang menilai India mencoba mengubah struktur demografis kawasan.
Mei 2025: Bara yang Kembali Menyala
Kini, pada Mei 2025, serangan udara India mengulang pola lama. Aksi militer dibalut alasan keamanan nasional, sementara korban jiwa terus berjatuhan, terutama dari kalangan sipil.
Ketegangan ini menjadi pengingat bahwa luka sejarah belum sembuh. Kashmir tetap menjadi wilayah yang diperebutkan, dijaga ketat oleh dua negara bersenjata nuklir, dan menjadi simbol kegagalan diplomasi internasional.
Selama hampir delapan dekade, perang, pemberontakan, dan diplomasi gagal menjadi bagian dari cerita yang berulang. Dunia menyaksikan, tapi tak pernah benar-benar campur tangan secara efektif.
India dan Pakistan, dua negara dengan masa depan besar, terus membiarkan masa lalu menjadi kendali utama kebijakan luar negeri mereka.
Jika tak ada kemauan politik sejati dari kedua pihak, serta tekanan nyata dari komunitas internasional, maka bukan tidak mungkin konflik ini akan terus diwariskan ke generasi selanjutnya.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.
Referensi: armscontrolcenter.org, cfr.org,britannica.com