Budi Pekerti adalah karya dari sutradara Wregas Bhanuteja yang rilis pada akhir tahun 2023 lalu. Film ini menggaet Sha Ine Febriyanti sebagai bintang utama, lalu ada Prilly Latuconsina, Dwi Sasono, dan Angga Yunanda.
Kisah Budi Pekerti sangat menyentuh, mengisahkan tentang seorang guru Bimbingan Konseling (BK) bernama Bu Prani dan keluarganya. Dari awal durasi, film ini sudah menarik karena langsung menampilkan Bu Prani tengah memberikan konseling terhadap muridnya via online.
Lewat pembukaan film, penonton langsung mengetahui kalau kisah Budi Pekerti berlatar saat masa pandemi sedang melanda. Membuat ceritanya semakin menarik untuk diikuti.
Bu Prani memiliki cara unik dalam memberikan hukuman terhadap muridnya, tetapi dia tidak menyebutnya sebagai hukuman melainkan refleksi. Alih-alih menyuruh murid berdiri menghormat bendera di lapangan sekolah, Bu Prani memilih agar muridnya mengulangi perbuatan yang sudah dilakukannya.
Ceritanya semakin menarik ketika Bu Prani terlibat dalam insiden antrian saat hendak membeli kue putu di suatu pasar tradisional. Pengembangan dari insiden ini sangat bagus dan relevan dengan kehidupan serba digital sekarang, sekaligus menggambarkan betapa saat masa pandemi membuat berita tersebar luas begitu cepat, karena semua orang menggenggam smartphone.
Sedikitnya ada empat pelajaran penting yang dapat diambil dari film Budi Pekerti, seperti yang telah dirangkum berikut ini.
1. Dampak Buruk Efek Digitalisasi Terhadap Kehidupan

Peran media sosial (medsos) dalam Budi Pekerti membuat cerita film ini menjadi lebih menarik. Konflik juga dipicu karena adanya pengaruh medsos dalam perjalanan kisah Bu Prani.
Bermula ketika Bu Prani sedang mengantri untuk membeli kue putu yang dijual oleh pasangan lansia di suatu pasar tradisional. Namun, saat melihat ada seseorang yang menyeringai antrian, Bu Prani tidak terima dan berusaha menegur.
Adu mulut antara Bu Prani dan seorang lelaki dengan baju elang lantas membuat suasana memanas. Hingga akhirnya Bu Prani kesal karena malah justru dituduh ingin mendapatkan giliran lebih awal.
Merasa kesal Bu Prani pergi sambil marah dengan mengeluarkan kata-kata “Ah Sui”. Ternyata pertengkaran ini direkam oleh seseorang kemudian mengupload ke medsos dan menyebar begitu cepat.
Dampak buruknya pun terasa sampai sepanjang film, video tersebut membentuk opini publik bahwa Bu Prani tidak pantas mengeluarkan kata-kata yang ada dalam video karena di seorang guru. Namun, yang menjadi buruk adalah orang salah mendengar perkataan Bu Prani yang dianggap menyebutkan “Asu (anjing)”.
Banyak juga pelaku media sosial membuat parodi terkait rekaman video tersebut, bahkan media banyak meliput. Pada akhirnya membuat kehidupan keluarga Bu Prani menjadi tidak tenang karena cibiran dari netizen di media sosial.
Dampak buruk tidak hanya terasa oleh keluarganya Bu Prani, penjual putu di pasar tadi juga sampai harus berhenti beroperasi sementara karena pemiliknya kecapean diwawancarai terus oleh banyak pihak. Begitu juga sekolah tempat Bu Prani mengajar, sampai banyak orang tua kepercayaan menurun akibat viralnya kasus di media sosial.
2. Kebenaran Tidak Harus Berdasarkan pada Opini Publik, Pentingnya Telaah Sebelum Percaya

Pelajaran selanjutnya, film Budi Pekerti mengajarkan penonton bahwa kebenaran yang dirajut oleh opini publik tidak selalu benar. Opini publik yang menjustifikasi perbuatan Bu Prani adalah kebenaran yang dipersepsikan oleh media sosial, namun dianggap oleh banyak orang sebagai sesuatu yang benar dan mutlak.
Dalam salah satu scene Bu Prani juga mengatakan bahwa semua tuduhan yang berseliweran di medsos hanyalah pembenaran dari publik saja. Sebab menurutnya, dia memiliki versi sendiri tetapi tidak dapat diterima oleh publik karena sebelumnya sudah terjangkit oleh opini yang disebabkan viralnya berita menyangkut Bu Prani.
3. Keluarga Harus Saling Menguatkan dalam Menghadapi Masala

Salah satu momen paling mengharukan dalam film ini adalah ketika semua orang menyudutkan keluarga Bu Prani atas asumsi yang mereka buat sendiri. Kendati demikian anak-anak dan suami Bu Prani tetap mendukung sang ibu.
Tita (Prilly Latuconsina) anak perempuan Bu Prani ikut mendukung ibunya dengan berusaha mengubah persepsi publik dengan membuat video perlawanan dari sang ibu kepada penyebar videonya. Selain itu, dia mendatangi rumah ibu penjual kue putu tadi untuk meminta penjelasan.
Begitu juga anak laki-laki Bu Prani Muklas (Angga Yunanda), dia berusaha membangkitkan semangat ibunya dengan mengumpulkan alumni tempat sang ibu mengajar. Mereka memberikan video ucapan terimakasih terhadap jasa Bu Prani selama mereka sekolah.
Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keluarga untuk saling mendukung meski menghadapi masalah yang begitu rumit. Soal hasilnya, itu bisa diserahkan kepada publik, yang jelas sebagai keluarga harus selalu bersama menghadapi masalah.
4. Perbuatan Masa Lalu Bisa Berdampak pada Masa Sekarang

Budi Pekerti juga mengajarkan kepada penonton bahwa perbuatan di masa lalu bisa berdampak besar di masa depan. Contohnya, hukuman Bu Prani terhadap muridnya di masa lalu bernama Gora.
Bu Prani pernah memberikan hukuman atau bahasa Bu Prani adalah refleksi terhadap Gora untuk ikut menggali kubur. Karena Gora adalah murid yang nakal dan suka berkelahi, agar dia bisa lebih menghargai hidup maka Bu Prani memberikan refleksi ini.
Namun, meski tujuan Bu Prani mungin baik tetapi dampaknya sangat parah di masa mendatang. Orang mengatakan hukuman yang diberikan tidak pantas kepada anak di bawah umur yang akhirnya kembali menyudutkan Bu Prani.
Terlepas dari benar atau salahnya perbuatan ini, yang paling penting adalah perbuatan di masa lalu bisa menjadi bumerang di masa depan. Mengingatkan kepada penonton untuk selalu berhati-hati bertindak di masa kini agar bisa lebih nyaman hidup di masa mendatang.
5. Lebih Baik Mempertahankan Prinsip daripada Merugikan Orang Lain hanya Demi Karier

Pelajaran terakhir dalam film ini adalah pentingnya mempertahankan prinsip daripada merugikan orang lain. Dalam film ini diperlihatkan Gora lebih memilih untuk keluar dari pekerjaannya karena merasa ceritanya hanya dimanfaatkan oleh media untuk mendapatkan engagement dan penghasilan.
Bu Prani juga sama, ia lebih memilih untuk berhenti mengajar dari sekolah yang hanya mementingkan citra daripada perasaan orang lain. Karena pihak sekolah meminta agar Gora melakukan pengakuan Gora demi membersihkan nama sekolah.
Meskipun Bu Prani juga menginginkan hal tersebut karena ia ingin menjadi wakil kepala sekolah, dia justru memilih keluar daripada harus memaksa muridnya untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan.
Cerita ini mungkin sangat jarang ditemukan di kehidupan nyata, banyak orang memilih menumbalkan orang lain hanya karena ingin menjaga nama baik. Padahal orang yang ditumbalkan sangat dirugikan.
Nah, itulah beberapa pelajaran yang didapat dari film Budi Pekerti. Penulis membuat ini setelah menyaksikan film karya Wregas Bhanuteja tersebut.
- EA
Hanya seorang penyalur ide lewat tulisan.
Rekomendasi
Opinion28 Agt 2025Seolah-olah Mereka Paham Anarkis
Opinion08 Agt 2025Pak! Bendera One Piece Bukan Barang Menakutkan
Opinion01 Agt 2025Kala Indonesia Hampir Bangkrut di Tangan Soekarno
Ragam01 Agt 20256 Cara Ampuh Bikin Pasangan Luluh Ketika Sedang Emosi
Opinion15 Jul 2025Omong Kosong Pendidikan Gratis di Negeri Seribu Janji Manis
Opinion27 Feb 2025Perempuan: Tubuhku, Pakaianku, Adabku
Movie12 Feb 20256 Film Hot China Nuansa Jadul, Cocok Temani Kesendirian
Education13 Jan 2025Menilik Mesin Biodiesel Rancangan Mahasiswa Teknik Kimia Unpam: Keunggulan dan Cara Kerjanya
Opinion02 Jan 2025Orang-orang Goblok di Jalan
Opinion30 Des 20242025 Tiba, Masih Pentingkah Organisasi Bagi Mahasiswa?
