jurnalistika.id – Warga RW 10 Pamulang Barat, Pamulang, Kota Tangerang Selatan, menutup akses menuju SMP Negeri 4 dan SMA Negeri 6 Tangsel pada Kamis (3/6/2025).
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap hasil Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2025 yang dinilai tidak berpihak pada warga sekitar sekolah.
Ketua RW 10, Suhendar, mengatakan bahwa tidak ada satu pun dari sembilan anak di lingkungannya yang diterima di dua sekolah negeri tersebut, meskipun tempat tinggal mereka sangat dekat dengan lokasi sekolah.
“Kami melakukan ini dengan keadaan terpaksa. Karena warga kami yang merasa sudah ada di sini sejak awal, bahkan sebelum sekolah ini berdiri, tidak diterima bersekolah di SMAN 6 SMPN 4 ini. Padahal jaraknya hanya 100 meter, 50 meter, bahkan ada yang tujuh meter,” kata Suhendar saat ditemui di lokasi.
Baca juga: 9 Fakta Menarik Anjing Robot K9 yang Dipamerkan Polri
Suhendar mengungkapkan bahwa warga telah mencoba menyampaikan keberatan kepada pihak sekolah melalui tiga kali pertemuan. Namun, hingga aksi ini berlangsung, belum ada solusi atau tindak lanjut yang diberikan.
Sebagai bentuk kekecewaan, warga memasang tiga spanduk bernada protes di depan gerbang kedua sekolah. Salah satu spanduk berwarna kuning bertuliskan, “Akses ini ditutup karena sistem penerimaan siswa mengabaikan hak anak-anak kami bersekolah di lingkungan sendiri.”
Menurut Suhendar, warga berharap pihak sekolah meneruskan aspirasi mereka kepada otoritas pendidikan yang lebih tinggi agar sistem seleksi bisa lebih berpihak kepada warga sekitar.
“Kami mengharapkan kepala sekolah bisa meneruskan ke yang lebih tinggi lagi agar peraturan-peraturan seperti itu. Kami minta agar warga sekitar diberi kesempatan untuk bisa bersekolah di sini daripada yang jauh-jauh,” ujarnya.
Punya Nilai Tinggi tapi Gagal
Rangga, warga lainnya, menambahkan bahwa rata-rata nilai akademik siswa dari RW 10 mencapai 85. Namun mereka tetap gagal diterima karena adanya perubahan mekanisme seleksi jalur domisili yang kini mempertimbangkan nilai akademik di tingkat kecamatan.
Ia juga menyoroti minimnya waktu sosialisasi atas perubahan aturan tersebut.
“Warga kami pada dasarnya merujuk pada aturan sebelumnya, pada zonasi. Karena pada aturan ini, kita terima itu bulan Mei tanggal 29 Mei 2025, terus SPMB Juni, jadi bagaimana kami sosialisasi?, mempersiapkan anak dari warga kami,” jelas Rangga.
Penutupan jalan ini, menurut Rangga, adalah bentuk penyampaian aspirasi kepada Gubernur Banten Andra Soni dan Dinas Pendidikan Provinsi Banten.
“Ini bentuk ekspresi warga agar dilihat, didengar oleh pimpinan, Gubernur Banten Pak Andra Soni, lalu juga Kepala Dinas. Kami mohon kebijaksanaannya karena anak-anak warga kami butuh sekolah,” katanya.
Hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan resmi dari pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan mengenai protes warga RW 10 tersebut.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.
Sumber: Kompas.com

