jurnalistika.id – Pemerintah menyatakan pencabutan izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat bukan keputusan mendadak, melainkan bagian dari proses penertiban yang telah berlangsung sejak awal tahun. Istana menegaskan langkah itu merupakan bagian dari komitmen memperbaiki tata kelola sumber daya alam secara nasional.
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menyampaikan bahwa pencabutan IUP di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, telah sejalan dengan kebijakan penertiban kawasan hutan yang diberlakukan sejak Januari 2025.
“Perlu saudara-saudara ketahui bahwa sesungguhnya pemerintah sejak Januari telah menerbitkan peraturan presiden mengenai penertiban kawasan hutan, yang di dalamnya termasuk usaha-usaha berbasis sumber daya alam, dalam hal ini usaha-usaha pertambangan,” katanya dalam konferensi pers di Kantor Presiden, Jakarta.
Baca juga: Raja Ampat Terancam Tambang, Isu Campur Tangan Asing Muncul
Ia menegaskan, kebijakan ini tidak bersifat lokal atau insidental, melainkan bagian dari agenda nasional yang didasari oleh amanat Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan, yang telah diteken Presiden Prabowo sejak Januari lalu.
“Berkenaan dengan yang sekarang ramai di publik, yaitu izin usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat, itu adalah salah satu bagian dari semua penertiban yang sedang dijalankan oleh Pemerintah,” ujarnya.
Langkah pencabutan IUP ini diambil setelah Presiden memimpin rapat terbatas bersama sejumlah kementerian terkait, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Kemarin, Bapak Presiden memimpin rapat terbatas, salah satunya membahas tentang izin usaha pertambangan di Kabupaten Raja Ampat ini. Dan atas petunjuk Bapak Presiden, beliau memutuskan bahwa Pemerintah akan mencabut izin usaha pertambangan untuk empat perusahaan di Kabupaten Raja Ampat,” katanya.
Menurut Prasetyo, verifikasi langsung ke lapangan dilakukan dalam proses pengambilan keputusan tersebut untuk memastikan keabsahan data.
Apresiasi Masyarakat
Pemerintah juga mengapresiasi keterlibatan masyarakat yang aktif menyuarakan aspirasi dan informasi, terutama melalui media sosial, dalam merespons persoalan tambang di Raja Ampat.
“Kepedulian publik menjadi energi positif dalam pengambilan kebijakan yang berbasis data dan kondisi riil di lapangan,” ucapnya.
Ia menambahkan, “Saya mewakili Pemerintah menyampaikan terima kasih kepada seluruh elemen masyarakat yang dengan terus memberikan masukan, memberikan informasi kepada Pemerintah, terutama pegiat-pegiat media sosial yang menyampaikan masukan dan kepedulian kepada Pemerintah.”
Sebelumnya diberitakan, pemerintah telah mencabut izin empat perusahaan tambang di kawasan Raja Ampat karena terbukti melanggar ketentuan lingkungan dan beroperasi di wilayah yang masuk dalam kawasan geopark.
Empat perusahaan tersebut meliputi PT Anugerah Surya Pratama yang beroperasi di Pulau Manuran seluas 1.173 hektare, PT Nurham di Yesner Waigeo seluas 3.000 hektare, PT Mulia Raymond Perkasa di Pulau Batang Pele dan Pulau Mayaifun seluas 2.193 hektare, serta PT Kawei Sejahtera Mining di Pulau Kawe dengan luas konsesi mencapai 5.922 hektare.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.