jurnalistika.id – Nama Dedi Mulyadi semakin melambung setelah menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat (Jabar) sejak 20 Februari 2025.
Per Selasa (3/6/2025), Dedi Mulyadi terhitung sudah 100 hari menduduki kursi orang nomor satu di Jabar. Sepanjang itu, dia juga telah mengeluarkan sederet kebijakan yang kontroversial hingga membuatnya makin disorot.
Seperti dirangkum dari berbagai sumber, berikut setidaknya ada enam kebijakan Dedi Mulyadi yang bisa disebut populer hingga kontroversial.
Gebrakan Awal Penertiban Kawasan Wisata dan Bantaran Sungai
Salah satu langkah pertama yang menuai perhatian publik adalah pembongkaran tempat wisata Hibisc di kawasan Puncak, Bogor. Tempat ini dikelola oleh PT Jaswita, salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat.
Dedi mengaku menemukan ketidaksesuaian izin pemanfaatan lahan. PT Jaswita awalnya mengajukan izin untuk pembangunan area rekreasi seluas 4.800 meter persegi.
Namun, perusahaan tersebut malah mengembangkan hingga 15.000 meter persegi.
Tak hanya di Bogor, penertiban juga dilakukan di bantaran Kali Sepak Gabus, Bekasi. Bersama Bupati Bekasi Ade Kuswara Kunang, Dedi menertibkan sekitar 100 bangunan liar sebagai bagian dari program normalisasi sungai untuk mencegah banjir.
“Diperkirakan ada sekitar seratus bangunan yang kita tertibkan agar proses normalisasi berjalan lancar,” ujar Ade.
Baca juga: Dedi Mulyadi Perluas Program Barak Militer untuk Warga Dewasa Pemabuk
Sekda Kabupaten Bekasi Dedi Supriadi menegaskan bahwa pemerintah daerah mendukung penuh langkah tersebut.
Namun, proses normalisasi ini menghadapi tantangan hukum karena ditemukan adanya surat hak milik (SHM) atas lahan sungai di Bekasi, Cikeas, hingga Cileungsi.
“Ini jadi kalau kemarin saya sampai nekat iuran 500 miliar sebenarnya enggak mesti karena proyeknya sudah ada tapi tidak berjalan,” kata Dedi.
Ia juga menegaskan, “Dikarenakan daerah aliran sungainya sepanjang Sungai Bekasi dan sungai Cikeas serta Sungai Cileungsi tanahnya sudah bersertifikat untuk itu harus dituntaskan.”
Meski begitu, penggusuran tanpa musyawarah panjang mendapat sorotan, terutama setelah seorang siswi SMA bernama Aura Cinta mengaku kehilangan tempat tinggal akibat kebijakan ini. Dedi berdalih bahwa rumah tersebut berdiri di atas aset milik pemerintah.
Barak Militer untuk Siswa Bermasalah
Kebijakan lain yang memantik kontroversi adalah pengiriman siswa bermasalah ke barak militer untuk mengikuti program pembinaan. Dedi berdalih bahwa orang tua dan guru kini kewalahan menghadapi kenakalan remaja.
“Banyak orang tua yang hari ini tidak punya kesanggupan lagi menghadapi anaknya. Banyak guru yang tidak punya kesanggupan menghadapi murid-muridnya,” katanya.
Meski diklaim bukan pelatihan militer, program ini tetap menuai kritik keras dari lembaga HAM dan perlindungan anak. Imparsial menyebut program ini berbahaya karena menyeret institusi militer ke ranah sipil.
“Mengakarnya kultur kekerasan di tubuh TNI jelas-jelas menunjukkan bahwa kebijakan yang akan diambil oleh Dedi Mulyadi tidak hanya keliru tetapi juga berbahaya,” kata Ardi Manto Adiputra.
Baca juga: Mobil Meledak di Pondok Aren, Lansia Ditemukan Tewas Terpanggang
KPAI juga menolak tegas kebijakan ini. “Hasil pengawasan kita itu pertama agar program ini untuk sementara dihentikan sampai dilakukan evaluasi terutama terkait regulasi, karena dalam surat edaran Pak Gubernur itu kan berpotensi melanggar hak anak. Terutama labeling dan non-diskriminasi,” kata Jasra Putra.
Meski demikian, program tetap berjalan dan sebanyak 273 pelajar telah dipulangkan usai menjalani pendidikan karakter selama 18 hari di Rindam III Siliwangi.
Polemik Vasektomi dan Bansos
Kebijakan lain yang menjadi sorotan adalah pernyataan Dedi soal vasektomi sebagai syarat bansos.
“Jangan membebani reproduksi hanya perempuan. Perempuan jangan menanggung beban reproduksi, sabab nu beukian mah salakina,” ucapnya.
Pernyataan ini mendapat sanggahan langsung dari Menko PMK Muhaimin Iskandar.
“Enggak ada, enggak ada. Enggak ada syarat itu,” tegasnya.
Menanggapi kontroversi tersebut, Dedi melakukan klarifikasi.
“Tidak ada kebijakan vasektomi. Tidak ada. Tidak ada. Tidak ada oenijakan itu. Bisa dilihat media sosial saya,” ujarnya, menambahkan bahwa yang ditekankan hanyalah program Keluarga Berencana bagi keluarga miskin.
Jam Malam Pelajar dan Razia
Pada 23 Mei 2025, Dedi menerbitkan surat edaran yang menetapkan jam malam bagi pelajar dari pukul 21.00 sampai 04.00 WIB.
“Saya tidak mau mendengar ada kejadian atau peristiwa di atas jam 9 menimpa anak pelajar SMA di Jawa Barat. Kalau ini terjadi, Kepala Dinasnya mundur,” tegasnya.
Razia pelajar malam hari pun digencarkan. Kapolres Cianjur AKBP Roan Yonky Dilatha menyebutkan bahwa pelajar yang nongkrong di atas jam 9 malam kini menjadi sasaran operasi rutin.
Namun, kebijakan ini juga ditentang oleh Forum Orang Tua Siswa (Fortusis).
“Iya sangat keberatan. Jadi nilai edukasinya dimana, itu kan anak sudah sekolah dari pagi sampai sore, terus malam enggak boleh main, keliru dong,” ujar Dwi Subianto.
Larangan Wisuda dan Studi Tour
Tak berhenti di situ, Dedi juga melarang kegiatan perpisahan dan study tour yang bersifat memberatkan secara ekonomi.
Dalam SE Nomor 6685, kegiatan wisuda harus digelar sederhana tanpa pungutan. Bahkan, seorang kepala sekolah di Depok dicopot karena melanggar kebijakan ini.
Untuk kegiatan studi tour, Dedi menegaskan, “Yang dilarang itu yang memberatkan ekonomi keluarga siswa.” Selain itu, ia juga menghentikan sementara penyaluran hibah ke yayasan pendidikan yang belum diverifikasi.
Satgas Anti Premanisme dan Ancaman Konflik
Kebijakan pembentukan Satgas Anti Premanisme juga memicu reaksi keras dari organisasi masyarakat. Ormas Grib Jaya, melalui ketuanya Hercules Rosario de Marshall, sempat melontarkan ultimatum kepada Dedi agar tidak mengganggu aktivitas mereka.
Namun, Dedi bergeming. Ia menyatakan siap menanggung segala konsekuensi.
Menurutnya, pembentukan Satgas adalah bagian dari upaya memberikan rasa aman kepada warga dan menjamin iklim investasi di Jawa Barat.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.