jurnalistika.id – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) kembali mengguncang industri manufaktur di Indonesia. Kini, dua pabrik sepatu olahraga di Kabupaten Tangerang melakukan PHK massal terhadap ribuan pekerja.
Peristiwa pemecatan karyawan ini terjadi sebelum heboh soal PHK massal atas bangkrutnya PT Sritex belum selesai. Dua perusahaan yang terdampak teresebut adalah PT Adis Dimension Footwear dan PT Victory Ching Luh.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Banten, Septo Kalnadi, mengungkapkan PT Adis Dimension Footwear telah memutus hubungan kerja dengan 1.500 karyawan.
Baca juga: Kurator Beri Secercah Harapan Karyawan Sritex Diperkerjakan Lagi
Sementara itu, PT Victory Ching Luh saat ini masih dalam proses melakukan PHK terhadap 2.000 pekerjanya.
“Kemudian juga ada nanti tahun depan mulai ada lagi (PHK). Tapi bukan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota tinggi). Alasannya bukan UMK,” ujar Septo saat ditemui di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten, Rabu (5/3/2025).
Faktor Utama Pemecatan
Menurutnya, faktor utama yang menyebabkan PHK massal ini adalah turunnya jumlah pesanan dari pemegang merek yang bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan tersebut.
Salah satu pabrik diketahui memasok sepatu untuk brand ternama seperti Nike, namun kini mengalami penurunan order yang signifikan.
“Order dari pemegang merek yang kurang sehingga mereka tidak mendapatkan order. Tidak mendapatkan order sehingga kan dari order itu mereka akan mem-PHK,” jelasnya.
Baca juga: Akhir Dari Sritex, Raksasa Tekstil di Asia Tenggara
Gelombang PHK di dua pabrik ini sudah berlangsung sejak November 2024 hingga Januari 2025. Saat ini, pihak perusahaan masih dalam proses menyelesaikan pembayaran hak-hak karyawan yang terdampak.
“Sekarang sedang proses pembayaran hak-hak karyawannya. Masih prosesnya,” tambahnya.
Sepanjang tahun 2024, kasus PHK di Provinsi Banten terus meningkat. Data mencatat bahwa sekitar 12.000 pekerja telah kehilangan pekerjaan akibat berbagai faktor.
“Setiap hari ada saja perusahaan yang minta izin untuk PHK. Izinnya ada di Kabupaten/Kota dan itu sekitar 12.000 karyawan selama 2024,” pungkas Septo.
Fenomena ini menunjukkan tantangan besar bagi sektor manufaktur di Indonesia, terutama bagi industri yang bergantung pada pesanan ekspor.
Jika tren ini terus berlanjut, dikhawatirkan akan berdampak lebih luas terhadap kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan di wilayah tersebut.
Ikuti dan baca berita Jurnalistika lainnya di Google News, klik di sini.

